Mataram (Inside Lombok) – Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) memeriksa salah seorang tersangka korupsi kredit modal kerja pembangunan perumahan subsidi PT Pesona Dompu Mandiri (PDM) yang dikucurkan PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTB Cabang Dompu.
Kepala Kejati NTB Arif yang dikonfirmasi di kantornya, Rabu, membenarkan salah seorang tersangka kasus korupsi kredit modal kerja yang diperiksa penyidik pada hari ini adalah Surahman, Direktur PT PDM.
“Iya, tersangka dari PT-nya (Direktur PT PDM Surahman),” kata Arif.
Sebelumnya penyidik dalam perkara ini telah menetapkan Surahman masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan.
Namanya masuk dalam deretan DPO, karena sejak ditetapkan sebagai tersangka, Surahman tidak pernah memenuhi panggilan penyidik.
Kehadiran Surahman untuk kali pertamanya diperiksa sebagai tersangka, tidak membuat penyidik mengambil sikap tegas melakukan penahanan pada tahap penyidikan ini.
Arif juga menyampaikan bahwa dirinya belum menerima laporan dari penyidik terkait dengan upaya penahanan Surahman.
“Nah bagaimana keputusannya, itu ada di penyidik, saya tidak tahu itu, apakah ditahan atau tidak. Tapi kalau ditahan, saya tinggal tanda tangani suratnya, kalau tidak, berarti ada pertimbangan di sana,” ujar dia.
Arif menilai penahanan bisa saja tidak dilakukan pada tahap penyidikan. Bila sikap tidak kooperatif masih ditunjukkan oleh Surahman, penahanan bisa juga dilakukan ketika kasusnya masuk ke tahap penuntutan.
“Mungkin nanti pertimbangannya pada tahap naik penuntutan,” ujarnya lagi.
Terkait dengan tersangka lainnya, yakni mantan Pimpinan PT BPD NTB Cabang Dompu Syarifudin Ramdan, Arif mengaku belum menerima laporan dari penyidik terkait dengan perkembangan dan pemeriksaan perkaranya.
“Tanyakan Aspidsus itu, saya tidak tahu,” kata Arif.
Dalam kasusnya, kedua tersangka diduga bekerja sama melakukan korupsi kredit modal kerja dari Bank NTB Cabang Dompu. Tersangka Ramdan diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam menyetujui kredit kepada PT PDM senilai Rp6,3 miliar.
Prosedur operasional standar seperti kelayakan calon debitur dan manipulasi dokumen persyaratan diduga menjadi modusnya. Debitur Surahman memberikan hak tanggungan yang bukan merupakan miliknya. kerugian negara pada kasus tersebut mencapai Rp6,2 miliar. Kredit itu diduga dicairkan dengan cara tidak sehat. (Ant)