Mataram (Inside Lombok) – Berkas perkara milik tiga tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), dipulangkan ke penyidik kepolisian.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB Gunawan Wibisono, di Mataram, Jumat, menjelaskan berkasnya dipulangkan karena masih ada petunjuk tambahan terkait kelengkapan bukti pidana korupsinya.
“Jadi berkasnya sudah dikembalikan ke penyidiknya beserta petunjuk dari jaksa peneliti,” kata Gunawan.
Petunjuk tambahan itu dapat dikatakan sebagai bagian dari koreksi jaksa. Dalam berkasnya, jaksa menyoroti adanya keterangan ahli yang tidak memiliki keterkaitan antara yang satu dengan lainnya, katanya lagi.
Hal tersebut, ujar Gunawan, berkaitan dengan hasil audit kerugian negaranya yang tidak proporsional dengan kajian fisik dari ahli konstruksi.
“Pokoknya itu sudah, ada perbedaan, itu yang kita minta,” ujarnya pula.
Perihal pengembalian berkas milik tiga tersangka, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda NTB Kombes Syamsudin Baharuddin, membenarkan bahwa pihaknya telah menerimanya dengan petunjuk tambahan dari jaksa.
“Sudah kami terima, tapi ini baru satu kali kan, ya kami akan lengkapi apa petunjuknya,” ujar Syamsudin.
Tiga tersangka yang berkas perkaranya dilimpahkan ke jaksa peneliti pada Kejati NTB itu adalah mantan Kabid di Dishublutkan Lombok Utara berinisial AA, dengan peran dalam proyek tersebut sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), dan pihak rekanan pelaksana proyek, ES dan SU.
Sebenarnya masih ada dua tersangka lagi. Namun berkasnya belum rampung, yakni LH dan SW, dari pihak konsultan pengawas.
Namun Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Syarif Hidayat, menyatakan berkas untuk dua tersangka lainnya masih dalam tahap penyidikan dan akan segera menyusul posisi berkas tersangka yang telah dilimpahkan ke jaksa
Proyek Dermaga Gili Air ini berasal dari dana APBN yang disalurkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2017. Proyek itu ditender dengan pagu anggaran Rp6,7 miliar, yang kontrak kerjanya sebesar Rp6,28 miliar.
Hasil penyidikan menemukan indikasi pekerjaan pembangunan tidak sesuai spesifikasi, demikian juga dengan volume pekerjaannya. Meskipun laporannya tidak sesuai dengan kondisi pengerjaan, namun PPK dalam bukti penyidikannya tetap melakukan pembayaran pekerjaan sampai lunas.
Bahkan, proyek yang seharusnya tuntas pada Desember 2017 itu sempat molor dari pekerjaan dan telah diberikan waktu perpanjangan hingga Januari 2018.
Namun hingga batas waktu pengerjaan di bulan Januari 2018, proyek tersebut belum juga selesai. Meskipun demikian, Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar, tetap meresmikan pembangunannya. (Ant)