Mataram (Inside Lombok) – sejumlah bakal calon (balon) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyerahkan berkas dukungan kepada KPU NTB pada 29 Desember 2023 lalu. Sebanyak 25 balon telah menyerahkan berkas dukungan. Namun hanya 24 balon dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat.
Di antara balon yang mendaftar DPD RI itu nyatanya ada mantan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony dan mantan anggota DPRD Kota Mataram, Muhir. Keduanya adalah mantan terpidana kasus korupsi.
Ketua KPU NTB, Suhardi Soud menerangkan dari 25 balon yang diterima KPU NTB, ada 24 balon dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat. Sedangkan 1 balon tidak memenuhi syarat karena jumlah dukungan sebarannya tidak sampai 2 ribu dan tidak memenuhi minimal 5 kabupaten/kota di NTB.
“Kita belum melihat apakah ada mantan napi atau tidak, karena yang diserahkan baru jumlah dukungan. Kita belum lihat profil mereka,” ujar Suhardi saat ditemui di kantornya, Senin (2/1).
Diterangkan, pendaftaran DPD RI baru akan dimulai pada 1 Mei 2023. Sehingga jadqal saat ini adalah penyerahan jumlah dukungan saja.
Kendati dengan adanya bakal calon DPD RI yang pernah terjerat hukum bisa lolos atau tidaknya, pihaknya masih mengecek persyaratannya. “Kalau persyaratan di UU yang pernah mengalami hukuman harus mengumumkan ke publik, tapi itu di fase berikutnya. Bukan sekarang,” jelasnya.
Dikatakan, jika orang atau balon DPD RI sudah menyerahkan dukungan, artinya mereka siap dan sudah membaca saja peraturan untuk bisa mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI. “Dia sudah membaca peraturannya, nanti kita berikan penilaiannya. Saya tidak bisa memberikan penilaian sekarang karena belum waktunya,” ucapnya.
Untuk diketahui dari balon DPD RI yang menyerahkan syarat dukungan, ada dua mantan narapidana korupsi yang baru keluar penjara. Antara lain Zaini Arony dan Muhir.
Zaini menghirup udara bebas 15 Maret 2022, usai menjalani hukuman penjara 7 tahun dalam kasus korupsi perizinan pemanfaatan lahan pada 2012 saat menjabat Bupati Lombok Barat. Dalam putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 13/PID.SUS-TPK/2015/PT.DPS tanggal 14 Desember 2015, Zaini dipidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 2 bulan
Sedangkan Muhir diketahui tersangkut kasus korupsi proyek rehab SD/SMP pasca-bencana Kota Mataram tahun 2019. Kasusnya bergulir hingga ke Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 2745 K/Pid.Sus/2019. Muhir dipidana penjara selama 2 tahun dan denda Rp50 juta. Ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Sementara itu, pada 30 Desember sampai 12 Januari KPU NTB akan melakukan verifikasi administrasi dukungan tersebut. Apakah sudah sepadan atau tidak dengan nama pendukung, alamatnya, KTP dan lainnya. Jika tidak memenuhi syarat, akan ada masa perbaikan penyerahan dukungan pada 16-22 Januari.
“Jadi misalnya hasil dari segi administrasi belum memenuhi syarat, masih ada yang perlu diselesaikan. Maka dia berikan kesempatan,” tuturnya.
Langkah selanjutnya diharapkan agar para calon akan mempersiapkan dukungan berikutnya. Jika nanti ada yang tidak memenuhi syarat. “Nanti juga ada verifikasi faktual di lapangan, tapi setelah masa verifikasi, perbaikan administrasi. Baru kita lakukan verifikasi faktual 23 Januari sampai 1 Februari 2023,” terangnya. (dpi)