Lombok Timur (Inside Lombok) – Tingginya angka kasus kekerasan anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) menjadi atensi semua pihak, terlebih Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Lotim. Kekerasan terhadap anak dan perempuan memiliki beberapa kategori, dan yang kerap kali terjadi di Lotim yakni pelecehan seksual dan juga pernikahan dini.
Ketua LPA Lotim, Judan Putra Baya menegaskan kekerasan terhadap anak yang marak terjadi di Lotim salah satu faktor terbesarnya yakni kurangnya fungsi kontrol dan pengawasan dari orang tua. “Banyaknya kekerasan yang terjadi pada anak di Lotim dikarenakan lemahnya dan sangat lemahnya fungsi kontrol dan pengawasan dari orang tua,” ujarnya kepada awak media, Kamis (28/07).
Adapun hal yang melatarbelakangi lemahnya fungsi kontrol dari orang tua yakni karena banyaknya masyarakat maupun para orang tua yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal itu kemudian membuat anak-anak harus diasuh oleh satu orang tua saja atau pun diasuh oleh keluarga terdekatnya.
“Belum ada yang dapat mengganti fungsi kontrol dari orang tua manakala salah satu atau keduanya menjadi PMI, sehingga harus dititipkan pada bibi atau neneknya,” jelasnya.
Kurang maksimalnya fungsi kontrol dan pengawasan yang dilakukan oleh keluarga terdekat sebagai pengganti orang tua yang menjadi PMI, membuat banyaknya kasus kekerasan terhadap anak di Lotim. “Jadi mereka ini yang sangat berpotensi menjadi objek kekerasan fisik, seksual maupun perundungan,” pungkasnya.
Sebelumya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lotim, Ahmat mengakui kasus kekerasan terhadap anak di Lotim semakin hari kian meningkat. Tak tanggung-tanggung, pada 2022 ini eskalasi kasusnya menunjukkan angka tertinggi dari jumlah kasus di NTB.
Angka kasus kekerasan terhadap anak di Lotim pada 2022 mencapai 108 kasus. Namun empat orang di antaranya tidak dapat ditangani, dikarenakan menikah ke luar daerah. Angka kasus yang lebih dari ratusan tersebut diklaimnya menjadi yang tertinggi di NTB.
Dari jumlah kasus kekerasan anak yang terjadi di Lotim, 50 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual terhadap anak. Kemudian kekerasan seperti pernikahan dini, fisik dan lainnya menyentuh angka 40 persen. “Setiap kekerasan terhadap anak kami laporkan karena berpengaruh pada DAK. Sebab kita di Lotim mempunyai program Rumah Aman, sosialisasi dan upaya perlindungan lainnya,” ucapnya.
Kategori kekerasan terhadap anak ada beberapa jenisnya, salah satunya pernikahan dini yang kerap kali terjadi di Lotim. Beberapa penyebab utamanya adalah pengaruh media sosial dan kurangnya pendekatan maupun pengawasan keluarga.
“Untuk itu kita bersama dengan pemerintah bawah dan juga dinas terkait serta KUA bersama-sama melakukan sosialisasi terkait kekerasan terhadap anak, khususnya desa yang memiliki jumlah kasus yang tinggi,” jelasnya. Saat ini pihak DP3AKB bersama dengan LPA Lotim sedang menangani korban kekerasan untuk diberikan pendampingan. Termasuk memulihkan psikologi korban, khususnya korban kekerasan seksual.
“Kita tetap berikan korban hak-haknya seperti bersekolah dan bersosialisasi dengan terlebih dahulu menangani psikologisnya, adapun korban yang tidak mau bersekolah lagi akan kita bina di Rumah Aman,” pungkasnya. (den)