Lombok Timur (Inside Lombok) – Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dikes) Lotim yang mengacu dari hasil elektronik- Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) angka stunting di Lombok Timur mengalami penurunan. Namun masih menjadi daerah penyumbang angka stunting tertinggi di NTB.
Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Lotim, H Pathurahman mengatakan, angka stunting do Lotim setiap tahunnya mengalami penurunan. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan data e-PPGBM per Mei 2021 atau data yang mengacu pada hasil posyandu setiap puskesmas.
“Angka stunting kita tahun ini, dari 88,56 persen balita yang diukur dan diverifikasi. Terdapat 20.48 persen balita yang menderita stunting,” ucapnya, Kamis (24/06/2021).
Sementara angka stunting di Lotim pada tahun 2019 dari 64,09% balita diukur dan diverifikasi, ditemukan sebanyak 26,10 persen menderita stunting. Pada tahun 2020 dari 85,24 persen balita diukur dan diverifikasi, ditemukan sebanyak 20,59 persen yang mengalami stunting.
“Kita sudah lakukan Rembug Stunting untuk menguatkan kembali komitmen kita dalam penanganan stunting. Agar angka stunting terus menurun,” bebernya.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan lima tahun sekali. Angka stunting di Lotim pada tahun 2018 lalu, masih menjadi tertinggi di NTB maupun di tingkat nasional. Untuk itu, Pathurrahman meminta atensi dan dukungan dari semua pihak agar angka stunting bisa terus menurun.
Sekretaris Daerah Lotim, M Juaini Taofik mengatakan, terdapat delapan rencana aksi daerah dalam rangka menurunkan angka stunting di Lotim, salah satunya yaitu dengan mengadakan Rembug Stunting dengan semua pihak dari tingkat bawah hingga kabupaten.
“Angka stunting di Lotim jauh dari angka rata-rata provinsi dan nasional. Ini merupakan pekerjaan berat kita bersama,” jelasnya.
Khusus pada tahun 2022, penanganan kasus stunting difokuskan pada 29 desa dengan angka stunting yang cukup tinggi di Lotim. Sebanyak 38,5 persen angka stunting di Lotim disebabkan karena tingginya angka pernikahan usia dini.
“Untuk itu, meskipun sudah memasuki usia pernikahan, akan tetapi sebelum dinikahkan harus dibekali dulu dengan pelatihan tentang bagaimana membangun keluarga pertama. Dan yang lebih penting diberikan edukasi reproduksi,” katanya.
Nantinya sesudah pelatihan pernikahan keluarga pertama itu bisa disiapkan. Maka angka prevalensi stunting bisa menurun dari tahun ke tahun.