25.5 C
Mataram
Selasa, 26 November 2024
BerandaBerita UtamaBanyak Ponpes Belum Kuasai Literasi Keuangan Syariah

Banyak Ponpes Belum Kuasai Literasi Keuangan Syariah

Mataram (Inside Lombok) – Akses masyarakat NTB terhadap layanan keuangan masih sangat rendah, bahkan di bawah nasional. Minimnya sosialisasi soal edukasi dan literasi keuangan syariah kepada pondok-pondok pesantren (ponpes) di NTB dinilai jadi salah satu penyebab. Mengingat ponpes punya peluang besar untuk menguasai ekonomi syariah.

Berdasarkan data survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, inklusi keuangan secara nasional mencapai 76 persen sedangkan NTB mencapai 62,7 persen. Sementara literasi keuangan secara nasional mencapai 38 persen dan untuk NTB sebesar 34 persen.

“Kita mendorong OJK untuk terus mengupayakan agar ini (edukasi dan literasi keuangan, red) meningkat, anak-anak mengenal produk-produk syariah,” kata Anggota komisi III DPRD NTB, TGH Hazmi Hamzar.

Sementara potensi jumlah anak-anak pondok cukup besar, bahkan dalam satu pondok saja bisa mencapai 10 ribuan anak. Pondok Pesantren selain menjadi pusat pendalaman ilmu agama, pesantren juga memiliki potensi dalam pengembangan ekonomi. Potensi ekonomi yang ada dalam pesantren dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penghuni pesantren dan masyarakat. Hanya saja masih banyak diantaranya yang tidak memahami keuangan syariah.

“Tidak ada industri jasa keuangan menuntun mereka atau masyarakat untuk mengenal lebih jauh soal keuangan syariah atau perbankan syariah. Saya yang pimpin ponpes pun tidak mengerti banyak soal perbankan syariah. Saya yakin tidak saya saja,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini saja tidak sampai 10 persen jumlah ponpes yang ada ini menyimpan uangnya di perbankan syariah. Karena sangat minim sosialisasi perbankan syariah ini kepada masyarakat. “Ponpes kita ini masih banyak yang simpan uangnya di konvensional daripada syariah. Karena banyak pertimbangan kenapa masih banyak ponpes belum menggunakan perbankan syariah,” papar Ketua Yayasan Pondok Pesantren Maraqitta’limat tersebut.

Di mana satu sisi perbankan syariah dinilai belum siap dalam menjawab pertanyaan dari masyarakat. Kalau sudah siap, maka perbankan tidak perlu ragu meyakinkan kepada masyarakat. Misalnya saja menjelaskan dan yakinkan bahwa bagi hasil itu lebih menguntungkan.

“Tapi itu tidak gampang, karena ketika dihitung-hitung loh kok lebih tinggi ya. Masyarakat juga tetap sebut itu bunga meski itu bagi hasil, bunganya dia tinggi ini,” terangnya.Maka dari itu terkait dengan bagi hasil dari perbankan syariah tidak kalah dengan bunga yang diberikan perbankan konvensional. Jangan sampai konvensional itu bisa lebih rendah dari syariah.

“Bahaya ini kalau sudah begitu, dan namanya bagi hasil itu bagi untung bagi rugi. Itu harus di jelaskan dan diyakinkan,” ujarnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer