Mataram (Inside Lombok) – Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, Komjen Pol. Dr. Petrus R. Golose menekankan ganja tidak bisa dilegalkan dengan alasan kebutuhan medis. Pasalnya, konsumsi ganja dinilai memiliki banyak dampak buruk yang bisa timbul.
Penggunaan ganja sebagai obat sendiri, lanjut Petrus, belum menunjukkan hasil yang konsisten. Selain dilihat dari hasilnya, dilarangnya peredaran ganja sebagai salah satu obat di Indonesia karena berdasarkan undang-undang yang berlaku.
“Dalam undang-undang kita pada pasal 8 ayat 1 secara tegas dilarang untuk pelayanan kesehatan. Pasal 8 ayat 2 penggunaan dalam jumlah terbatas untuk kepentingan mengembangan ilmu pengetahuan setelah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Kesehatan,” katanya.
Selain itu ganja disebutnya hanya dapat digunakan untuk kebutuhan medis sebagai obat tambahan pada penyakit epilepsi tipe tertentu. Selain itu, ganja yang digunakan tidak lebih unggul dari obat-obat yang sudah ada yaitu clobazam.
“Dari sampel terbatas juga yang kita periksa oleh pusat laboratorium narkotika ditemukan untuk ganja di Indonesia sekitar 25,09 persen kadar THC-nya, dan kita tahu THC mempengaruhi susunan saraf pusat dan otak manusia dan menyebabkan pola berperilaku,” ujarnya.
Sedangkan dampak jangka panjang yang akan ditimbulkan jika mengkonsumsi ganja, ujar Petrus, yaitu ketergantungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jenis yang paling banyak dikonsumsi yaitu 56,7 persen atau sebanyak 1,8 juta pengguna adalah ganja.
“Kelompok usia ganja pertama kali ialah usia 19-20 tahun. Dengan risiko penyalahgunaan ganja akan sangat rentan pada usia seperti adik-adik ini,” ungkapnya.
Petrus mengungkapkan, beberapa negara sudah membuat kebijakan untuk melegalkan ganja, akan tetapi untuk kebutuhan rekreasional. Sementara belum dilegalkannya ganja di Indonesia karena dianggap belum siap. Pasalnya Indonesia belum sesuai dengan keputusan Mahkamah konstitusi dan sangat berpotensi ketergantungan tinggi.
“Belum ada pengkajian dan sebagainya. Kebijakannya negara lain belum bisa diadopsi di Indonesia karena beda karakter, baik jenis dan bahkan narkotikanya,” katanya. Pernyataan ini disampaikan, karena sejumlah mahasiswa di UNRAM setuju jika ganja dilegalkan untuk kebutuhan medis. Mereka beralasan, selama ini sejumlah penyakit yang menyerang warga Indonesia disebutkan membutuhkan ganja sebagai salah satu obatnya.
“Kita konsisten melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 35/2009 bahwa narkotika golongan satu dilarang digunakan dan masih banyak obat yang lain,” katanya. (azm)