Lombok Barat (Inside Lombok) – Pemilik truk berinisial AG yang merupakan seorang wiraswasta asal Lombok Tengah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penimbunan BBM. Kasus tersebut terungkap setelah pihak kepolisian mendapati kendaraan jenis truk di SPBU Meninting akhir Agustus lalu membawa BBM mencapai 1.500 liter yang diduga akan ditimbun.
Penetapan tersangka itu pun dinyatakan oleh pihak kepolisian setelah pihak penyidik melakukan gelar perkara berdasarkan bukti-bukti dan keterangan para saksi, termasuk saksi ahli dari BPH Migas.
“Sudah digelar perkara dan sudah ditetapkan tersangka inisial AG, bos dari supir (pemilik truk),” ungkap Kasat Reskrim Polres Lobar, Iptu I Made Dharma Yuliana Putra saat dikonfirmasi, Senin (10/10/2022) kemarin.
Dharma menyebut, dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh saksi ahli dari BPH Migas di Jakarta, mereka membenarkan bahwa BBM yang diisi dalam wadah yang diangkut truk merah yang waktu itu diamankankan warga di SPBU Meninting, benar merupakan jenis solar bersubsidi.
Bahkan dia menyebut, tersangka juga bersalah lantaran tak memiliki izin dalam pembelian BBM bersubsidi dalam jumlah banyak. Apalagi untuk keperluan usaha.
Menurut Dharma sebelum melakukan bisnis itu, AG dulunya seorang pengusaha minyak goreng. Pihaknya pun sudah memanggil tersangka untuk diperiksa. “Dan dia mengakui,” bebernya.
Meski telah mengakui perbuatannya tersebut, AG tetap berdalih bahwa dirinya tidak mengetahui jika perbuatannya membeli BBM subsidi dengan jumlah banyak itu melanggar aturan.
“Kita tidak tahu pengakuannya benar atau tidak, sekarang pengakuannya seperti itu. Mau dikejar bagaimana ntar pengakuannya beda. Yang jelas kita tekan dan dia mengakui salah,” ungkap Kasat Reskrim Polres Lobar ini.
Dari hasil interogasi yang telah dilakukan pihaknya, Dharma mengatakan dari pernyataannya tersangka mengaku baru sekali melakukannya dan itu dilakukan karena adanya permintaan. “Pengakuannya baru sekali ini, ada orang yang minta, katanya untuk nelayan,” bebernya.
Pihaknya pun sudah melengkapi berkas kasus itu untuk dikirim ke Kejaksaan. walaupun pihaknya tidak langsung melakukan penahanan terhadap tersangka. Lantaran yang bersangkutan dinilai kooperatif dalam pemeriksaan. Sedangkan sopir truk, dalam kasus ini hanya dijadikan sebagai saksi.
“Dia (tersangka) wajib lapor, yang bersangkutan kooperatif dipanggil tepat waktu dan tidak aneh-aneh,” tandasnya.
Dharma menjelaskan bahwa tersangka dijerat dengan pasal 53 Undang-Undang Migas dan terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar. Karena tersangka dalam hal ini melakukan perbuatannya untuk berniaga. (yud)