Lombok Tengah (Inside Lombok) – Di bawah terik matahari nampak sekelompok ibu-ibu sedang mengais sampah di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Desa Pengengat, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Sambil berjibaku dengan bau yang menyengat dari tumpukan sampah, mereka mengumpulkan barang bekas yang masih bisa dijual kembali ke pengepul, kemudian hasilnya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Wajah mereka sesekali sumringah ketika melihat truk pengangkut sampah tiba dan masuk lokasi pembuangan. Berharap menemukan barang yang lebih berharga dari botol-botol plastik kardus bekas.
Pantauan Inside Lombok di TPAS Pengengat didominasi sampah plastik bekas yang bertebaran. Bahkan beberapa ada yang menyangkut di pepohonan sekitar lokasi pembuangan.
Salah satu pemulung, Inaq Misah Alias Papuq Gerung sudah mencari rongsokan dan plastik bekas sejak TPAS itu didirikan sejak delapan tahun yang lalu, tepatnya di 2015 lalu. Karena sudah terbiasa, ia sedari pagi sudah berada di TPAS untuk mengumpulkan barang bekas.
“Setiap pagi ada sekitar 10-15 truk yang datang, tapi kalau sudah siang tutup tidak ada truk yang datang lagi,” katanya, Rabu (20/9/2023) di lokasi. Ia menuturkan, meski harga sampah seperti rongsokan, kardus, dan plastik bekas yang dikumpulkan tidak mahal, para pemulung di sana tetap tekun memilah apa yang bisa dijual kembali sambil menunggu pengepul datang.
“Setiap minggu ada pengepul yang ambil. Kami sudah masukkan dalam karung baru ada yang menelepon mereka datang untuk diambil, sekarang katanya murah dulu dapat harga Rp2 ribu satu kilo (botol plastik bekas),” katanya.
Penghasilan para pemulung di lokasi itu sangat bergantung dari banyaknya sampah yang datang di TPAS itu. Karena cukup banyak pemulung yang juga mencari rongsokan atau plastik bekas. “Saya dapat uang Rp100-200 ribu sampai dua minggu mengumpulkan, kalau banyak yang mencari dapat sama-sama sekarung, itu juga kalau banyak sampah yang datang,” imbuhnya.
Pasokan sampah yang ada di TPAS Pengengat disebut Papuq Gerung datang jika ada kiriman dari wilayah Kuta, Mandalika. Tak lain juga dari sampah event-event di Kuta. “Dulu saya pernah diundang saat acara balap di Sirkuit Mandalika memilih sampah. Plastik sama plastik, kardus sama kardus, gelas sama gelas. Dikasih Rp100 ribu per hari dulu. Cuma sekali waktu balapan besar (MotoGP, Red) dulu itu,” tuturnya. (fhr)