Mataram (Inside Lombok) – Anggota DPR RI DAPIL NTB 1 Pulau Sumbawa, Johan Rosihan menyoroti masalah kelangkaan pupuk yang belakangan terjadi. Menurutnya, masalah utama penyediaan pupuk tersebut adalah terbatasnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah, sehingga tidak mencukupi kebutuhan para petani.
Lantaran pupuk subsidi yang terbatas dan pupuk non subsidi yang mahal para petani dipaksa meningkatkan penggunaan pupuk organik dan meminimalkan penggunaan pupuk kimia dalam usaha tani. “Sayangnya pemerintah kita tidak mau jujur soal kondisi pupuk yang sebenarnya, kalau saya ingin katakan bahwa pupuk ini tidak langka, tapi pupuk ini kurang (ketersediaan, red) dari dulunya,” ungkap Johan, Selasa (28/12).
Menurutnya, kurangnya ketersediaan pupuk bukan karena masalah produksi. Di mana masyarakat penerima pupuk itu dengan mengajukan E-RDKK atau sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok, yang mana masyarakat diminta mengajukan usulan pupuknya berdasarkan kebutuhan. Sementara kebutuhan ini sudah dibatasi hanya pada 2 hektare saja.
“E-RDKK itu kalau kita uang kan total sekitar Rp75 triliun atau setara dengan 26 juta ton pupuk berdasarkan E-RDKK, itu kalau se-Indonesia dikumpulkan,” tuturnya.
Tetapi pemerintah selama ini menyediakan pupuk bukan berdasarkan kebutuhan, melainkan sesuai dengan kemampuan. Maka dari itu jika dari kemampuan pemerintah bisa dicek di APBN, untuk subsidi pupuk itu hanya Rp23 triliun, setara 9 juta ton pupuk.
“Kurang, mau dibagi kaya apa? Tapi apa kita menyerah dengan kondisi seperti ini, tidak. Salah satu rekomendasinya adalah satu membatasi jumlah pupuk yang disubsidi,” terangnya.
Sebelumnya memang untuk ketersediaan pupuk subsidi lengkap, saat ini pupuk yang hanya subsidi yakni urea dan NPK. Kedua membatasi jumlah komoditas yang disubsidi yakni antara 7 sampai 9 komoditas.
“Dulu semua produk pertanian, termasuk perikanan itu disubsidi, sekarang kita batasi penggunaannya. Fakta ini untuk urea sudah terpenuhi 100 persen E-RDKK, tapi NPK baru sekitar 40-an persen kebutuhan yang bisa kita penuhi. Itulah langkah yang bisa ditempuh untuk menyiasati kurangnya barang itu,” jelasnya. (dpi)