25.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaBerita UtamaDi Luar Kewenangan Sekolah, Pungutan Parkir di SMAN 8 Mataram Diminta Dikembalikan

Di Luar Kewenangan Sekolah, Pungutan Parkir di SMAN 8 Mataram Diminta Dikembalikan

Mataram (Inside Lombok) – Adanya pungutan parkir bagi siswa di SMAN 8 Mataram menjadi atensi Ombudsman RI Perwakilan NTB dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) NTB. Pasalnya, pungutan parkir tersebut dinilai menyalahi aturan yang berlaku.

Kepala Bidang SMA pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Lalu Muhammad Hidlir mengatakan, pungutan biaya parkir untuk para siswa tersebut sudah diminta untuk dihentikan. Sedangkan uang pungutan yang sudah diterima diminta agar dikembalikan kepada para siswa.

“Infonya sudah diselesaikan oleh sekolah dengan catatan berapa jumlah yang sudah didapatkan dikembalikan ke anak masing-masing. Sudah saya minta berhentikan jangan lagi ada itu,” ujar Hidlir, Selasa (18/1).

Pihaknya meminta agar pihak sekolah tidak membuat kegiatan atau kebijakan tertentu, kecuali dengan izin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB. Selain itu, sekolah dilarang membuat aturan yang tidak diterapkan oleh pihak dinas.

“Jangan membuat aturan baru yang tidak ada kita lakukan. Sehingga nanti, tidak terjadi hal seperti ini,” tegasnya. Berdasarkan informasi yang diterima, pungutan parkir yang diberlakukan kepada para siswa disebut sebagai infak.

Pihak OSIS menyiapkan kotak amal untuk mengumpulkan biaya parkir yang dibayar siswa. Adapun jumlah biaya parkir yang dibayar siswa yaitu sebesar Rp2-5 ribu per motor. Hasil pungutan parkir tersebut dikelola oleh pihak OSIS.

“Karena pakai kotak amal dan tidak mungkin ada kembalian. Jadi ada anak yg tidak punya Rp2 ribu, dia masukin Rp5 ribu ke kotak amal itu,” katanya.

Setelah hampir dua minggu diberlakukan, jumlah pungutan parkir yang diperoleh mencapai Rp4 juta. Hasil pungutan ini dipergunakan untuk kegiatan sekolah yang dikelola oleh OSIS. “Dana yg ada untuk kegiatan OSIS, karena yang megang OSIS,” terangnya.

Sekolah Persepsikan Pendidikan Karakter

Terpisah, Kepala SMA Negeri 8 Mataram, Hj. Suprapti mengatakan, sebelumnya para siswa parkir kendaraan di luar lingkungan sekolah dan dikenakan tarif. Namun saat ini, lahan parkir tersebut sudah tidak ada, sehingga para siswa parkir di halaman sekolah.

Pungutan yang dikenakan kepada para siswa disebut sebagai infak. Karena pungutan parkir sudah berdasarkan kesepakatan. Selain itu, infak tersebut dilakukan sebagai upaya pendidikan karakter pemuda pancasila.

“Inisiatif kita di internal. Itu sifatnya infak. Salurkan infak kalian sebagai pendidikan karakter pemuda pancasila. Dua tahun itu di luar parkir. Ini baru seminggu kalo di dalam. Mendidik karakter empati siswa, dan OSIS sudah menggunakan uangnya sebagian,” ujar Suprapti.

Diterangkan, pemberlakukan pungutan tersebut juga sebagai efek jera kepada para siswa yang membawa motor tetapi belum memiliki SIM. Sehingga jika ada orang tua yang keberatan maka disarankan untuk antar jemput siswa. Berdasarkan data yang ada, sekitar 90 persen siswa membawa motor ke sekolah dan belum memiliki SIM.

“Jadi saya mendidik untuk efek jera sedikit dengan pungut itu, siapa tahu keberatan mereka nggak bawa motor dan diantar orang tua. Itu saja harapannya. Di samping itu, uang ini juga untuk kemaslahatan kan gitu,” ungkapnya.

Berdasarkan kesepakatan dengan Ombudsman RI Perwakilan NTB, hasil pungutan akan dikembalikan kepada para siswa. Dengan adanya kejadian ini, para orang tua diminta untuk tidak mengizinkan anak-anaknya membawa motor sendiri ke sekolah sebelum memiliki SIM.

“Itu kembalikan kita sudah sepakat perintah Ombudsman. Berhenti dan kami mengimbau kepada orang tua tidak boleh kalau memang anak belum punya sim untuk bawa motor ke sekolah,” pungkasnya.

Pungutan Tetap Menyalahi Aturan

Asisten Bidang Penanganan Laporan ORI Perwakilan NTB, Arya Wiguna menyebut pihaknya telah menerima laporan terkait pungutan parkir di SMAN 8 tersebut sejak Minggu (16/1) lalu. Tim Ombudsman kemudian melakukan investigasi langsung ke lapangan.

“Tadi pagi kami cek ke lokasi saat dilakukan pungutan, sekitar pukul 07.00 Wita, bersamaan dengan siswa datang. Jadi pungutan parkir ini ditarik kepada siswa yang tidak memiliki SIM, tapi sebutannya infak,” ujarnya kepada Inside Lombok, Selasa (18/1).

Diterangkan, pungutan parkir yang kemudian disebut infak oleh pihak sekolah tersebut tetap menyalahi aturan. Mengingat jenis tindakan yang dilakukan tetap tergolong penarikan parkir, karena setiap motor yang masuk diminta membayar sejumlah uang jika pengendara tidak memiliki SIM.

“Tidak ada ke kewenangan sekolah menarik parkir. Kalau kita merujuk ke Perwal 9/ 2016 tentang juklak pengelolaan parkir dan Perda Nomor 7/2015. Menurut peraturan Walikota, jelas mekanisme tempat parkir harus ada SK penunjukan dari kepala daerah. Kalau sekolah, apa kapasitasnya?” jelas Arya.

Di sisi lain, pungutan tersebut dinilai tidak memenuhi unsur infak seperti yang dipersepsikan pihak sekolah lantaran tidak memenuhi unsur infak yang sifatnya sukarela. Sehingga pelaksanaannya tergolong pada pungutan parkir yang bukan menjadi kewenangan sekolah. “Apalagi jumlah (pungutannya) Rp2 ribu, sedangkan perda (parkir) saja Rp1 ribu,” lanjutnya.

Untuk itu, pihaknya meminta agar sekolah menghentikan pungutan parkir tersebut dan segera mengembalikan uang yang telah dikumpulkan. “Kami sudah menyatakan ke pihak sekolah tindakan ini keliru, karena tidak ada kewenangan sekolah. Segala hal yang menyangkut kebijakan sekolah, harus dengan persetujuan dinas,” tandas Arya. (azm)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer