Mataram (Inside Lombok) – Polda NTB telah menerima laporan terkait dugaan pelecehan seksual pada puluhan mahasiswi di Kota Mataram pada Maret 2022 lalu. Namun penyelidikan kasus itu dihentikan dengan alasan kurangnya bukti dan korban mencabut laporan.
Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram, Joko Jumadi selaku pihak yang mendampingi para korban pun menyebut pelaporan ulang atas kasus itu harusnya tidak menjadi opsi yang diharapkan Polda NTB. Pasalnya, kasus justru ditutup sebelum dilakukan penyidikan.
“Ya mau laporan apa lagi, ini kasus sudah tahun lalu. Hasil visum ada, pemeriksaan psikologi sudah ada, pelaku sudah mau mengaku. Apalagi yang mau diharapkan, ahli sudah ada,” ungkap Joko, Senin (3/4).
Pihaknya sendiri telah mendampingi pelapor dengan adanya alat bukti yang mengutamakan pidana tersebut. Hanya saja di tengah perjalanan korban diakui semakin tertekan. Karena proses di kepolisian yang saat itu dirasa tidak ada kejelasan, akhirnya korban menarik diri.
“Kita inginkan ada niat, mau melanjutkan atau tidak dari kepolisian. Yang ini jelas pasal 286 KUHP yang dipakai oleh Polda, bukan delik aduan,” tuturnya.
Lebih lanjut, karena bukan delik aduan maka penyelidikan kasus itu seharusnya dilanjutkan tanpa adanya korban yang melapor. Di mana tidak ada istilah korban tidak mau bersaksi. Karena itu Joko menilai Polda NTB seharusnya memiliki kesadaran hukum untuk melanjutkan penyelidikan kasus tersebut.
“Kita tidak bisa melakukan upaya hukum, karena dikunci. Ini persoalannya. Karena prosesnya ini masih di tingkat penyelidikan, tidak di tingkat penyidikan sehingga kita tidak bisa,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB memanggil AF selaku terduga pelaku kasus pelecehan seksual tersebut. Terlapor yang menjadi terduga pelaku sudah dilakukan pemeriksaan dua kali oleh PPA Ditreskrimum Polda NTB. Pada pemeriksaan kedua terlapor mengakui perbuatannya kepada para korbannya.
Plh. Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Lalu Muhammad Iwan menegaskan penghentian kasus pelecehan seksual terhadap 10 mahasiswi tersebut bukan tanpa alasan ataupun SP3 penghentian kasus. Kendati, penyelidikan dihentikan, karena dari korban atau pelapor mencabut laporannya. Sehingga dari penyidik Ditreskrimum Polda NTB disebutnya tidak bisa melanjutkan kasus tersebut.
“Ini bukan dihentikan, beda dengan SP3 dan itu pun ada catatan. Apabila di kemudian hari, ditemukan bukti baru, akan bisa untuk dilanjutkan kembali (kasusnya),” ujarnya. (dpi)