Mataram (Inside Lombok) – Dinas Perhubungan Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, menghapus istilah juru parkir utama dan pembantu, agar semua jukir memiliki tanggung jawab masing-masing.
“Sekarang sudah tidak ada lagi istilah jukir utama dan pembantu, semuanya jukir dan harus bertanggung jawab terhadap areal parkir masing-masing termasuk untuk setoran ke kas daerah,” kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Mataram M Saleh di Mataram, Minggu.
Dikatakan, penghapusan istilah jukir utama dan pembantu ini berdasarkan hasil kajian dan evaluasi kegiatan penertiban jukir yang dilaksankan pada 27 November sampai 4 Desember 2019, pada 95 titik parkir yang dilakukan penertiban oleh tim Dishub dari 763 titik parkir di kota ini.
Diketahui di lapangan lebih banyak jumlah jukir pembantu yang terindikasi liar dibandingkan dengan jukir utama. Misalnya, di Pasar Kebon Roek, jukir resmi hanya satu orang, tetapi jukir liarnya mencapai sekitar 60 orang.
“Kondisi serupa juga terjadi pada titik-titik parkir lainnya, sehingga dalam kegiatan penertiban itu kita berhasil menertibakan 200 jukir liar dan jukir resmi ‘nakal’,” sebutnya.
Jukir resmi “nakal” maksudnya, kata Saleh, adalah jukir resmi namun tidak taat terhadap peraturan daerah yang ada diantaranya terkait dengan setoran dan penggunaan karcis.
Sementara jukir liar muncul karena jukir utama melakoni sebagai “bos” dengan merekrut jukir-jukir lain, sehingga retribusi yang masuk kepada jukir pembantu ini disetorkan dulu ke jukir utama, barulah jukir utama menyetor ke kas daerah.
“Tapi sekarang itu, sudah tidak berlaku lagi. Istilah jukir utama dan pembantu kita hapus dan jukir wajib nyetor ke kas daerah sesuai dengan hasil uji petik pada titik parkir yang dikelola,” katanya.
Besaran setoran retribusi parkir, ditentukan oleh tim beradasarkan hasil uji petik, dan tidak boleh ada lagi jukir menyetor hasil parkirnya ke jukir utama. Hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya optimalisasi pendapatan daerah sehingga retribusi untuk daerah betul-betul kembali ke daerah.
“Teknis penyetoran silakan disepakati, apakah per hari, per minggu atau per bulan. Tapi jika merujuk ke peraturan daerah retribusi parkir harus dibayarkan setiap hari,” katanya.
Lebih jauh Saleh mengatakan, penghapusan istilah jukir utama dan pembantu dan penetapan sistem setoran masing-masing diterima positif oleh jukir-jukir yang ditertibkan.
Bahkan mereka mengaku senang ditertibkan, sebab selama ini mereka ingin lepas dari patron klien mereka, sebab hal yang paling berat di perparkiran adalah memutuskan rantai patron klien.
“Secara tidak sengaja sesungguhnya kita yang ciptakan. Contoh, kita berikan SK kepada jukir utama lalu yang berikan SK tidak bekerja di lapangan dan mereka merekrut orang lagi sehingga menjadi jukir liar,” katanya lagi. (Ant)