Mataram (Inside Lombok) – Dinas Pertanian Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, meminta penurunan target produksi gabah kering panen menjadi 28.000 ton dari target semula sebanyak 30.000 ton hingga 32.000 ton per tahun.
“Usulan penurunan target produksi gabah kering panen itu, seiring dengan semakin menyempitnya ketersediaan lahan pertanian setiap tahun karena alih fungsi lahan,” kata Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional, sisa lahan pertanian di Kota Mataram sekitar 1.400 hektare, sehingga mempengaruhi luas areal tanam.
Untuk 2019, Distan masih memasang target produksi gabah kering panen sebesar 30 hektare, karena data luas areal tanam tahun lalu masih 1.513 hektare.
“Tapi tahun ini BPN menyebutkan hanya sekitar 1.400 hektare, karena itulah tahun depan target produksi gabah kering panen akan kita turunkan menjadi 28.000 ton atau 29.000 ton,” katanya.
Menyinggung tentang realisasi gabah kering panen tahun 2019, Mutawalli menyebutkan, sudah mencapai target sebesar 30.000 ton dengan tiga kali tanam.
Ia mengakui, meskipun luas lahan pertanian di Mataram relatif sedikit dibandingkan kabupaten/kota lainnya, namun setiap tahun target produksi gabah kering panen selalu tercapai.
“Produktivitas meningkat karena kami menggunakan beberapa teknologi dalam proses tanam,” ujarnya.
Produksi padi petani Kota Mataram tertinggi jika dibandingkan beberapa kabupaten/kota di wilayah NTB, dengan produksi rata-rata 6,5 ton per hektare. Sementara produksi di kabupaten/kota lainnya, sekitar 5,8 hingga 5,9 ton per hektare.
Menurutnya, tingginya produksi padi pada tingkat petani itu karena petani di Kota Mataram menggunakan teknologi jajar legowo sejak beberapa tahun terakhir ini. Selain itu, intensifikasi pemilihan benih unggul dan pemupukan yang berimbang.
“Beberapa kabupaten/kota juga ada yang menggunakan pola tanam jajar legowo, tetapi tidak merata dan kurang intensif,” ujarnya.
Kalau petani kota, lanjut Mutawalli, mulai dari taman hingga panen selalu di kawal oleh penyuluh, sehingga hasilnya bisa maksimal.
“Pengawalan ketat terhadap petani ini didukung juga karena jarak lahan pertanian di Kota Mataram tidak terlalu jauh, sehingga mudah untuk dikontrol,” katanya.
Sementara itu dalam hal pemupukan, petani kota menggunakan sistem pemupukan berimbang, petani luar cenderung menggunakan pupuk berlebih. (Ant)