Mataram (Inside Lombok) – Sosialisasi mitigasi bencana dinilai penting menjadi program rutin di tingkat kelurahan, termasuk di Kota Mataram. Pasalnya, potensi banjir, gempa dan bencana lainnya masih menghantui masyarakat.
Lurah Selagalas, Yusrin menjadi salah satu pihak yang mengusulkan inisiasi program sosialisasi mitigasi bencana tersebut. Terlebih wilayahnya menjadi salah satu daerah rawan bencana seperti banjir dan gempa.
Diterangkan, saat gempa lombok mengguncang di 2018 lalu, dua lingkungan di Kelurahan Selagalas pun terbilang rata oleh tanah. Rumah-rumah warga roboh di Lingkungan Tegal dan Jangkuk. Untuk itu, program sosialisasi mitigasi menjadi perhatian pihaknya.
“Kita sudah pernah agendakan sosialisasi mitigasi dari Kelurahan, karena kita termasuk salah satu daerah rawan bencana. Sosialisasinya diberikan dari pelatihan-pelatihan yang melibatkan ahli dan stakeholder terkait,” ujar Yusrin.
Sosialisasi mitigasi bencana yang dilakukan sendiri meliputi hal-hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk menyelamatkan diri jika bencana terjadi, dan cara-cara mengantisipasi untuk mengurangi kerugian yang besar.
Melihat pentingnya upaya sosialisasi mitigasi, pihaknya tidak segan mengalokasikan anggaran dari dana yang dikelola kelurahan. “Kita siapkan Rp15-20 juta. Program ini beberapa kali berjalan dan diadakan 2019 kemarin, tapi 2020 sudah mulai (berkurang) jadi hanya sekali,” jelasnya.
Pihaknya menyayangkan berkurangnya program-program sosialisasi mitigasi bencana yang dapat dijalankan kelurahan. Sayangnya, pemotongan anggaran besar-besaran yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 turut berpengaruh di tingkat kelurahan, sehingga jumlah anggaran dan program yang bisa dikelola di kelurahan semakin terbatas.
“Padahal program (sosialisasi mitigasi bencana) ini penting sekali. Setidaknya kita ingin warga paham bagaimana melindungi diri dan keluarganya saat terjadi bencana,” ungkap Yusrin. Jika situasi ekonomi dan pengaturan anggaran pemerintah mulai normal pasca pandemi Covid-19, pihaknya berharap alokasi anggaran untuk sosialisasi mitigasi bencana dapat diatur kembali.
Mitigasi bencana sendiri ditujukan agar masyarakat bisa lebih siap. Terlebih trauma akibat gempa 2018 lalu diakui masih dirasakan masyarakat, terutama bagi warga yang mendapati rumahnya rata dengan tanah setelah diguncang gempa dengan magnitudo 6,4.
“Dengan pengalaman yang ada dan pemahaman masyarakat untuk mitigasi bencana, kita berharap bisa lebih siap menghadapi bencana jika ada yang terjadi seperti gempa 2018 kemarin,” jelasnya.
Menurutnya, pengalaman menghadapi bencana gempa 2018 juga secara tidak langsung memberi pelajaran mitigasi bencana pada masyarakat dan pemerintah. Dicontohkan seperti upaya penanganan cepat yang dilakukan pemerintah atas dampak gempa empat tahun lalu.
“Di tahap pertama, memang banyak masalah. Terutama soal manajemen (penanganan) dan alur koordinasinya. Karena itu pertama kali kita menghadapi bencana,” ujarnya. Kendati demikian, pola penanganan secara berkala dibenahi hingga Kota Mataram, termasuk Kelurahan Selagalas, bisa menyelesaikan penanganan korban terdampak gempa 2018 hingga 100 persen pada akhir 2021 lalu.
“Karena waktu itu sama-sama panik, jadi memang (korban terdampak) belum terurus dengan baik. Tapi setelah itu pendataan korban gempa terus dilakukan bersama lingkungan. Staf Kelurahan keluar, mendata semua korban dengan mengumpulkan KTP-KK. Kemudian terbit Instruksi Walikota, tim pusat dari BNPB meninjau, dan bersama Perkim, BPBD dan kelurahan mendata warga terdampak untuk kategori rusak sedang, ringan, dan berat,” tutup Yusrin. (bay)