Mataram (Inside Lombok) – Badan Pusat Statistik (BPS) NTB mencatat inflasi NTB Juli 2022 ada di angka cukup tinggi, mencapai 6,58 persen secara year on year. Dikhawatirkan hingga akhir tahun nanti angka inflasi NTB bisa mencapai dua digit hingga melemahkan pertumbuhan ekonomi dalam daerah.
Kondisi itu perlu diantisipasi, mengingat baru-baru ini ekonomi daerah pulih didukung dengan beberapa event internasional. Meski demikian, perlu diwaspadai angka inflasi yang bisa mencapai dua digit hingga akhir tahun 2022.
“Kalau sudah sampai dua digit, inflasi tinggi maka melemahkan ekonomi. Inflasi tinggi maka orang-orang tidak mampu membeli barang-barang, produksi akhirnya tidak jalan karena banyak yang sisa,” ungkap Kepala BPS NTB, Wahyudin, Senin (1/8).
Menurutnya, angka inflasi yang berpotensi dua digit ini jika tanpa dilakukan intervensi hingga akhir tahun. Sehingga diharapkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB lebih meningkatkan upaya intervensi terhadap komoditas-komoditas penyumbang inflasi.
Pada Juli ini komoditas penyumbang inflasi masih didominasi bidang atau sektor transportasi angkutan udara sebesar 4,19 persen. Namun itu tidak transportasi udara ini tidak terlalu mempengaruhi ekonomi, karena penggunanya masyarakat menengah ke atas.
“Lain halnya dengan komoditas penyumbang inflasi dari bahan makanan minuman dan tembakau, angka inflasinya mencapai 1,89 persen di Juli,” jelasnya.
Di mana beberapa komoditas ini dijaga angka inflasinya, jangan terlalu tinggi dan jangan pula terlalu rendah yang menyebabkan deflasi. Karena ini menyangkut kehidupan para petani juga kalau deflasi. Dua hal ini yang mesti dipikirkan, satu sisi ingin petani sejahtera dari kenaikan komoditas. Sisi lain, jangan sampai berpengaruh pada kelompok pengeluaran lain.
“Contoh komoditas makanan minuman dan tembakau terdapat bawang merah, tomat, ikan bandeng, cabai merah dan ikan tongkol yang diawetkan menyumbang inflasi sebesar 1,83 persen,” ungkapnya.
Dikatakan, bawang merah ini di Pulau Sumbawa harganya Rp30-35 ribu per kilogram, sedangkan di Kota Mataram bisa mencapai Rp 75-80 ribu per Kg dipasaran. Maka dari itu harus ada intervensi dari pemerintah agar harganya itu tidak tinggi dipasaran.
“Selain itu hasil panen bawang merah di Pulau Sumbawa jangan dikirim atau dijual semua ke daerah luar. Bawalah ke Pulau Lombok supaya harganya bisa dikendalikan, umumnya kebanyakan dibawa keluar daerah karena dinilai sangat menguntungkan,” jelasnya. (dpi)