Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Kota Mataram, NTB, mengingatkan warga tidak meremehkan wabah COVID-19 karena faktanya warga yang terpapar COVID-19 dan meninggal saat ini jumlahnya meningkat.
“Walaupun sekarang ini pemerintah sudah menyiapkan kebijakan menuju normal baru, protokol kesehatan cegah COVID-19 harus tetap diterapkan,” kata Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Senin.
Pemerintah, sambungya, baru menyiapkan kebijakan menuju normal baru, tapi masyarakat sudah menormalkan diri. Karenanya, dalam setiap aktivitas masyarakat diharapkan tetap menerapkan protokol kesehatan dengan menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, cuci tangan, serta jaga kesehatan.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi terus meningkatnya jumlah pasien positif COVID-19 baru dan pasien meninggal, sementara jumlah pasien sembuh setiap harinya lebih sedikit. Kendati secara kumulatif jumlah pasien sembuh saat ini lebih banyak dibanding pasien yang masih dirawat.
Berdasarkan data terakhir Tim Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kota Mataram Minggu (14/6-2020) pukul 20.00 Wita, terkonfirmasi 4 pasien sembuh COVID-19, 13 pasien positif baru COVID-19 dan 2 pasien meninggal dunia.
Dengan demikian secara kumulatif jumlah pasien COVID-19 di Mataram sebanyak 381 orang, 140 dalam perawatan, 221 orang sembuh dan 20 orang meninggal.
“Pasien COVID-19, yang meninggal ini rata-rata karena ada penyakit bawaan. Mereka sakit berat dirawat di rumah sakit kemudian dites usap dan hasilnya positif selanjutnya mereka menjalani perawatan di ruang isolasi sesuai standar COVID-19,” katanya
Terhadap kondisi itu, Wali Kota mengaku sangat prihatin, karena itu masyarakat harus tetap waspada dan menerapkan protokol kesehatan dalam setiap aktivitas.
“Kita juga terus mengawal dan melakukan penguatan terhadap program penanganan COVID-19 berbasis lingkungan (PCBL),” katanya.
Di sisi lain, ia mengatakan banyaknya pasien positif baru COVID-19 juga berasal dari masyarakat yang melakukan tes usap mandiri sebagai syarat melakukan perjalanan keluar daerah.
“Mereka itu masuk orang tanpa gejala (OTG), karena sebagai sebuah kota mobilitas masyarakat sangat tinggi,” ujarnya. (Ant)