Mataram (Inside Lombok) – Serikat pekerja menuntut upah minimum pada 2023 mendatang naik sebesar 13 persen. Tuntutan itu mengacu pada ekspektasi inflasi nasional tahun 2023 sebesar 7-8 persen dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,8 persen. Terutama setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) awal September lalu, yang diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok. Namun tidak diiringi kenaikan upah buruh atau pekerja.
“Karena itulah dasar buruh memiliki hak untuk meminta kenaikan tersebut. Upah untuk naik 2023 kita minta sampai 13 persen, itu jadi dasar acuan kita (inflasi, Red),” ujar Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN), Lalu Wira Sakti, Selasa (11/10).
Dikatakan, angka inflasi yang mencapai 7 persen dan pertumbuhan ekonomi daerah mengalami kenaikan hingga 4,8 persen. Di mana dua indikator inilah sebagai parameter menaikkan upah pekerja. Bahkan buruh sudah meminta untuk kenaikannya sejak beberapa tahun lalu. Namun tak kunjung digubris pemerintah.
“Selain itu biang keladi tidak naiknya upah buruh dalam tiga tahun berturut-turut adalah Ibu Menteri Ketenagakerjaan itu sendiri. Bahkan memasuki tahun keempat, tidak ada keputusan naikkan upah kami,” keluhnya
Menurutnya wajar jika Menteri Ketenagakerjaan dianggap sebagai menteri terburuk tahun ini. Lantaran tidak memahami dan tidak memiliki hati persoalan kaum buruh. Pasalnya tuntutan buruh yang meminta kenaikan tidak gubris, padahal kondisi ekonomi sudah semakin baik.
“Kami sangat menyayangkan sikap menteri ketenagakerjaan yang menyatakan tidak akan menaikan upah buruh tahun 2023 ini,” ungkapnya.
Untuk mewakili suara para buruh pihaknya akan mengirim perwakilan tiga orang serikat buruh di NTB ikut serta menggelar aksi demo buruh di Jakarta.
“Tuntutan besar kami adalah kenaikan upah diatas 13 persen. Kita butuh menteri yang benar-benar memahami persoalan buruh,” tandasnya. (dpi)