Lombok Tengah (Inside Lombok)- Puluhan warga pada Selasa (28/9/2021) melakukan pemagaran proyek bypass yang merupakan infrastruktur pendukung berbagai event di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
Pemagaran di lokasi proyek tersebut dengan menanam pepohonan dan membentangkan kayu.
Hal itu dilakukan sebagai bentuk aksi protes mereka kepada pihak terkait yang dianggap tidak peduli terhadap nasib warga yang telah puluhan tahun menempati lahan yang dipakai untuk pembangunan jalan bypass. Namun tidak pernah dilakukan pembayaran.
“Saya keberatan. Diajak selesai secara ahlussunah waljamaah (dibayar) ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) ini. Tapi tetap (ITDC) tidak mau. (Ini) tanah negara aja katanya,”tutur salah satu warga, Asep Azhar alias Amaq Mae di sela-sela kegiatan pemagaran proyek.
Amaq Mae yang merupakan warga Dusun Denong, Desa Mertak, Kecamatan Pujut ini mengaku bahwa lahan miliknya seluas 12 hektar yang berada di Dusun Ebangah, Desa Sengkol Kecamatan Pujut yang saat ini dijadikan sebagai lokasi pembangunan bypass menuju sirkuit Mandalika belum dilakukan pembayaran oleh ITDC selaku pengelola KEK Mandalika.
Pihaknya mengaku tidak ada iktikad baik dari berbagai pihak yang bertanggungjawab dalam menyelesaikan persoalan itu. Karena itulah, pemagaran proyek bukan kali ini saja dilakukan. Tapi sudah berulang kali, namun sampai dengan saat ini belum pernah ada respon pemerintah dan ITDC untuk menyelesaikan masalah lahan ini.
Amaq Mae menegaskan bahwa apa yang mereka lakukan saat ini bukan karena tidak mendukung program pemerintah. Warga bahkan sangat menyambut baik berbagai pembangunan yang ada. Hanya saja pihaknya meminta agar lahan mereka dibayar.
“Kami hanya meminta agar dibayar dan terkait harga itu kita serahkan ke tim apraisal,”ujarnya.
Dia pun menceritakan bahwa tanah yang dikuasainya sejak tahun 1963 itu dilakukan dengan membuka hutan belantara dan hanya bermodalkan parang, kapak dan alat pertanian lainnya pada masa itu, hingga akhirnya lahan tersebut dapat ia manfaatkan menjadi lahan pertanian ataupun lahan perkebunan produktif.
“Jenis tanaman yang saya tanami itu padi, palawija dan kelapa pada massa itu,”kenangnya.
Setelah sembilan tahun pada masa pemerintahan Haji Gatot Suherman sebagai Gubernur NTB dan Lalu Sri Gede sebagai Bupati Lombok Tengah terbitlah surat ijin mengerjakan tanah nomor .85/PJ/1974 pada 05 Juli 1974.
“Hingga dari tahun 1994 setelah masuknya PT. RTDC, kami selaku pemilik tanah tidak di ijinkan membuat SPPT hingga sekarang. Pada tahun 1991 sampai 1993 PT RTDC masa itu mengganti rugi sebagian warga dengan harga pada masa itu Rp. 100.000 are. Namun saya pada masa itu masih bertahan tidak menjual karena saya tidak menyetujui dengan harga yang distandarkan oleh PT RTDC yang masa itu dipandu dengan SK Gubernur NTB yang berbunyi kurang lebih tidak boleh diwakili dalam bertransaksi ataupun jual beli ataupun ganti tanah,”tegasnya.
Lebih jauh disampaikan bahwa PT RTDC pada tahun 1994 meninggalkan wilayah dan diganti oleh PT LTDC. Selanjutnya PT LTDC hengkang diganti lagi oleh PT ITDC, hingga pada 29 oktober 2018 Gubernur NTB menerbitkan SK dengsan Nomor : 120/320/Pem/2018 terkait status tanah yang tersebut di atas yaitu Enclave atas nama dirinya (Amak Mae,red) terdaftar di nomor urut delapan dengan luas tanah seluas 12 hektar.
“Tahun 2021 tepatnya 21 juli kami di mediasi untuk bersosialisasi dengan dan oleh PT ITDC terkait penjelasan tanah HPL. Tapi tidak menemukan titik temu yang sepaham antara saya dan pihak perusahaan ITDC,”terangnya.
Mereka dimediasi kembali sebanyak dua kali namun tidak menemukan titik temu juga antara kedua belah pihak yaitu pemilik tanah dan PT ITDC hingga terjadi penggusuran tanahnya secara paksa oleh pihak ITDC.
“Saat kami beserta keluarga melakukan perlawanan terhadap pihak perusahaan yang kami dokumentasi dalam bentuk video. Kami hanya mendapat kegagalan dalam hal pencegahan proses penggusuran tersebut sebagai bukti kami mempertahan hak kami sebagai pemilik lahan,”terangnya.
Sehingga pada 23 September lalu pihaknya sempat melakukan pemagaran ulang terhadap tanah mereka yang sudah berbentuk jalan bypass yang sampai saat ini tidak ada mediasi ataupun bentuk kemauan dari pihak ITDC dalam penyelesain kedua belah pihak setelah berselang dua jam dari proses pemagaran tersebut, malah pagar mereka di gusur kembali.
“Makanya kami melakukan pemagaran kembali dan kami tetap melakukan upaya mempertahankan hak kami dalam bentuk memagar kembali walaupun apapun risikonya,”terangnya.
Sementara itu, Direktur Utama ITDC Abdulbar M. Mansoer ketika dikonfirmasi lewat handpone belum memberikan respon.