Mataram (Inside Lombok) – Kasus pelecehan seksual yang dilaporkan oleh 10 mahasiswi dari beberapa universitas di Kota Mataram hingga kini masih dalam proses penyelidikan. Pihak kepolisian telah memeriksa 6 saksi. Namun hingga kini penangkapan pelaku belum juga bisa dilakukan.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto mengatakan untuk pencabulan atau pelecehan ini penyidik harus berhati-hati melakukan penyelidikan. Bukan berarti berhati-hati itu lama, karena kasusnya sudah lama dan lokasi tempat kejadian perkara (TKP) juga berubah.
“Investigasi betul-betul terlaksana. Jadi step by step penyidik akan melakukan penyidikan, pasti ada progres,” ujar Artanto, Jumat (5/8).
Sementara untuk pelakunya sendiri memang belum dilakukan penangkapan sampai dengan saat ini. Karena masih melakukan penyelidikan, di mana pihak kepolisian harus mengurutkan terlebih dahulu peristiwa pencabulan yang dilakukan bersama alat bukti yang ada kemudian TKP.
“Itu harus diurutkan betul-betul maksimal, sebelum menyentuh ke pelaku,” katanya.
Untuk batas waktu penyidikan tidak ditentukan, yang bisa menentukan adalah bagaimana penyidik berupaya melakukan mengungkap kasus. Cepat atau lambat kasus itu akan terungkap.
“Kalau kendala yang namanya kasus pasti ada, setiap kasus itu berbeda peluang kendala dan tantangannya berbeda, tapi selalu kita tetap konsen,” ungkapnya.
Sebelumnya, Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) FH Universitas Mataram (Unram), Joko Jumadi mengatakan pelaku kasus pencabulan itu sudah dilaporkan. Namun dari pihak kepolisian belum melakukan penangkapan lantaran masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan bukti.
Diduga pelaku memanfaatkan kemampuan metafakta untuk merayu korbannya sehingga diperkirakan korbannya tidak hanya 10 orang tetapi lebih. “Dia punya kemampuan metafakta, memang kelihatannya hampir sama seperti kasus di Jombang itu. Jadi dia memanfaatkan itu (kemampuan metafakta),” ungkapnya.
Kenapa si pelaku bisa masuk ke kalangan mahasiswa? Karena berawal dari pertemanan-pertemanan, seperti dari lingkaran pertama korban A, di mana si A itu dikenalkan oleh seseorang kepada si pelaku. Kemudian si A memiliki teman dan si pelaku mencoba masuk pada lingkungan pertemanan tersebut melalui si A.
“Melalui si A yang ketemu dengan temannya, waktu mereka ngumpul dia (pelaku, Red) ambil nomor HP temannya si A, dia memanfaatkan situasi dan apa yang menjadi kelemahan dari korban,” jelasnya. (dpi)