Mataram (Inside Lombok) – Kasus pasung terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) masih menjadi pekerjaan rumah di NTB. Padahal, Pemprov NTB melalui peraturan gubernur telah menginstruksikan penanggulangan tindakan pemasungan. Terlebih dalam Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang kesehatan, pada Pasal 76 salah satu poinnya menyatakan melarang aksi pemasungan.
Dalam undang-undang itu juga, setiap orang yang berisiko dan ODGJ dinyatakan mempunyai hak yang sama sebagai warga negara. Sehingga perampasan atas kebebasannya adalah suatu pelanggaran.
Salah satu kasus pemasungan yang mengakibatkan korban kehilangan nyawa bisa dilihat dari peristiwa kebakaran salah satu rumah di Kabupaten Dompu pada 7 Agustus 2023 lalu. Seorang remaja inisial R (20) yang merupakan ODGJ tidak bisa menyelamatkan diri dari kebakaran itu lantaran kedua kakinya dipasung.
Berdasarkan laporan dari Polres Dompu, R dipasung sehari sebelum peristiwa kebakaran, lantaran menganiaya orang tuanya sendiri. Hal itulah yang membuat S (35), kakak tiri korban, langsung memasung R.
Dijelaskan, orang tua R memutuskan pindah dari rumah mereka setelah penyerangan, sehingga R ditinggal sendirian dalam keadaan terpasung. Saat dilakukan evakuasi setelah kebakaran, korban ditemukan tergeletak di bawah tanah dalam keadaan hangus terbakar dan di kedua kakinya terpasang balok kayu yang menjadi alat pasung.
Cerita lain dari kasus pemasungan di NTB juga sempat disampaikan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah dalam unggahan Instagramnya pada 25 Juli 2023 lalu. Melalui unggahan itu, Gubernur membagikan cerita Bintang, seorang ODGJ yang berhasil dibebaskan dari aksi pemasungan hingga kondisinya membaik.
Bintang adalah seorang perempuan asal Kecamatan Kilo, Kabupaten Dompu yang dulu sempat mengalami pemasungan lantaran statusnya sebagai ODGJ. “Karena keuletan dan empati teman-teman NTB Care, kini Bintang telah sembuh setelah dirawat di RSJ. Tinggal kakinya belum kuat menopang tubuhnya akibat lama terpasung,” ujar Gubernur.
Diakuinya, masih banyak kasus serupa seperti yang dialami Bintang. “Masih banyak Bintang-Bintang lain yang masih dipasung di desa-desa dan di gunung di daerah kita,” lanjut Gubernur.
Ia pun mengajak masyarakat aktif melaporkan jika ada kasus pemasungan yang belum tertangani. “Siapa tahu seperti Bintang dari Kilo, mereka jadi bisa disembuhkan. Kadang mereka dipasung tanpa dosa, hanya karena dianggap beban keluarga,” jelas Gubernur.
Sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Wilayah NTB, dr. H. I Putu Diatmika, M. Biomed., SpKJ.,M.H. turut menyoroti masih adanya kasus pemasungan di NTB. Dijelaskannya, pemasungan adalah perampasan terhadap hak seseorang untuk merdeka, sehingga termasuk dalam tindak pidana.
Diakui, pemasungan memiliki hubungan erat dengan kemiskinan dan minimnya pengetahuan. Karena itu, upaya pelepasan pasung tidaklah mudah. Terlebih penyebab pasung sendiri bervariasi.
“Ada yang dipasung atas permintaan masyarakat, untuk kontrol ketika pasien ngamuk, untuk menjaga supaya tidak keluyuran ketika keluarga tidak ada yang bisa mengawasi, dan lain-lain,” ujar Diat. Di sisi lain, perhatian masyarakat terhadap kasus pemasungan juga masih kurang, sehingga sulit pelacakannya. Kecuali kalau sudah diberitakan di media.
Ada juga beberapa masalah lain yang perlu diperhatikan terkait pengentasan kasus pasung di NTB. Antara lain penyusunan langkah penanganan pasca-rawat pasien yang saat ini belum jelas, serta peningkatan kapasitas puskesmas agar lebih siap memberikan pelayanan jiwa, sehingga masalah-masalah seperti drop out obat tidak terjadi.
Selain peningkatan kapasitas pelayanan itu, tantangan lainnya adalah masih kentalnya stigma masyarakat terhadap ODGJ. Sehingga untuk memeranginya butuh peran semua pihak.
“Penangan pasung harus dilakukan secara bersama-sama, karena faktor penyebabnya multiple yang tidak hanya bisa diselesaikan oleh dokter spesialis atau RSJ saja. Dinas kesehatan dan pemerintah perlu bergerak bersama untuk menyelesaikan masalah yang sudah ada sejak lama ini,” ungkap Diat.
Dari sisi PDSKJI Wilayah NTB sendiri, koordinasi dan kerja sama dengan setiap rumah sakit daerah untuk melakukan pendampingan dari aspek preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif terus dijalin. Saat ini ada 15 orang dokter spesialis kedokteran jiwa (psikiater) yang membantu langkah tersebut, ditambah 5 orang dokter umum yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis guna mengisi kekosongan dokter spesialis di beberapa kabupaten/kota di NTB.
Terkait penanganan pasung sendiri, masyarakat secara aktif dapat melapor ke puskesmas dan akan ditangani oleh Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) yang berkoordinasi dengan RSJ Mutiara Sukma. Peran aktif masyarakat diharapkan muncul untuk sama-sama memerangi dan menghapus pasung di NTB. (bay)