Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat mengatakan kebijakan penerapan “jam malam” mulai pukul 22.00 sampai 06.00 WITA dengan pemadaman penerang jalan umum (PJU) merupakan salah satu cara pemerintah kota “merumahkan” warga.
“Bila ‘jam malam’ telah tiba, diharapkan masyarakat diam di rumah masing-masing dan jangan ada aktivitas di luar. Kegiatan-kegiatan harap dihentikan paling lambat pukul 21.30 WITA,” kata Komandan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Mataram Bayu Pancapati di Mataram, Rabu.
Dikatakannya bahwa penerapan jam malam ini berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), dengan membatasi aktivitas masyarakat di luar rumah.
“Jadi kalau dikatakan jam malam tidak ada kaitan dengan corona itu salah,” katanya.
Terkait dengan itu, kata dia, etelah pukul 22.00 WITA pemerintah kota memadamkan lampu jalan di jalan-jalan protokol sampai pukul 06.00 WITA keesokan harinya, dan bila masih ada yang berkeliaran berarti ada risiko karena melanggar jam malam.
Hal itu sekaligus agar masyarakat paham apa itu jam malam. Jadi, jam malam bukan hanya memadamkan lampu jalan atau penandaan dengan bunyi sirene tetapi diikuti dengan kepatuhan warga untuk tidak beraktivitas di luar rumah.
“Semua diam di rumah masing-masing, karena yang berpatroli hanyalah aparat seperti Polri, Satpol PP, TNI, Linmas dan unsur pengamanan lainnya, sehingga bila ditemukan ada yang masih berkeliaran di atas waktu jam malam kita anggap pelanggar aturan jam malam,” katanya.
Dengan demikian, katanya, jika ada warga yang tidak patuh dan terjadi kejadian apapun menjadi risiko warga bersangkutan karena seharusnya sudah tidak ada warga yang berkeliaran saat jam malam, apalagi di tempat-tempat yang tidak semestinya.
“Jadi, pemadaman PJU jangan dikambinghitamkan jika ada kejadian yang tidak diinginkan, sebab lampu-lampu rumah dan toko-toko tetap menyala,” demikian Bayu Pancapati. (Ant)