Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB akan segera membahas kenaikan upah minimum provinsi (UMP) NTB 2023 di akhir bulan. Kajian akan dilakukan, untuk menentukan apakah upah minimum akan stagnan atau naik hingga 13 persen seperti tuntutan serikat pekerja.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Gede Putu Aryadi mengatakan untuk menentukan kenaikan upah tersebut, pemerintah mempunyai dua indikator. Antara lain inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Jika melihat kedua indikator tersebut, terutama ekonomi yang mulai membaik, memungkinkan akan ada kenaikan upah minimum tersebut. “Sepertinya akan naik, pertumbuhan ekonomi juga mulai naik,” ujar Aryadi, Rabu (12/10).
Nantinya untuk pembahasan kenaikan UMP ini tidak hanya dari pemerintah saja atau dewan pengupahan. Namun melibatkan juga serikat pekerja dan perusahaan, agar keputusannya sesuai dengan keinginan dari pekerja atau buruh maupun perusahaan. Hasil dari pembahasan tersebut rencananya akan diumumkan pada November 2022 mendatang atau akhir tahun 2022.
“Yang ikut menyusun UMP/UMK ini timnya terdiri dari serikat pekerja dan asosiasi perusahaan, serta Disnaker kabupaten/kota duduk bersama,” tuturnya.
Jika melihat beberapa tahun belakangan ini, UMP di NTB sempat tidak berubah karena kondisi pandemi Covid-19. Kemudian di 2022 UMP NTB naik 1,07 persen, sedangkan UMP 2023 akan segera dilakukan pembahasan. Kendati berapa besar kenaikan upah tahun depan, dipastikan tidak kurang dari nilai UMP tahun lalu. Sedangkan UMK kabupaten/kota harus lebih tinggi dari UMP.
Jika kondisi pertumbuhan ekonomi daerah tidak ada kenaikan, maka tidak boleh menurunkan UMP/UMK dari tahun lalu. “Tahun ini UMP NTB kisaran Rp2,2 juta, sedangkan UMK Kota Mataram kisaran Rp2,4 juta,” ucapnya.
Sebagai informasi Kemenaker akan menetapkan nilai upah minimum provinsi (UMP) 2023 berdasarkan pada nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah pada wilayah yang bersangkutan dengan menggunakan formula penyesuaian sebagaimana diatur dalam Pasal 26 PP No.36/2021.
Menjelang akhir tahun ini kalangan buruh menuntut adanya peningkatan upah minimum tahun 2023 sebesar 13 persen. Bahkan dari serikat pekerja akan menggelar aksi besar-besaran di seluruh Indonesia Rabu ini (12/10/2022).
“UMP dan UMK ini kan berlaku bagi pekerja atau karyawan yang baru pada perusahaan formal berbadan hukum, kalau yang lama tentu ada skala upah dari masing-masing perusahaan,” terangnya.
Sebelumnya, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Lalu Wira Sakti mengatakan serikat pekerja menuntut pada 2023 upah minimum naik naik sebesar 13 persen. Tuntutan itu mengacu pada ekspektasi inflasi nasional tahun 2023 sebesar 7-8 persen dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,8 persen.
“Karena itulah dasar buruh memiliki hak untuk meminta kenaikan tersebut. Upah untuk naik 2023 kita minta sampai 13 persen, itu jadi dasar acuan kita (inflasi, red),” ujarnya. (dpi)