Lombok Tengah (Inside Lombok)- Nasib 1.700 an orang perempuan penenun di desa Sukarara kecamatan Jonggat Kabupaten Lombok Tengah menjadi tidak menentu setelah dihantam pandemi Covid-19.
Hal itu semakin diperparah dengan diberlakukannya berbagai macam kebijakan pemerintah seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Salah seorang perempuan penenun di desa Sukarara, Nuraini belum lama ini mengatakan, dari seribuan orang perempuan penenun tersebut, banyak di antaranya yang masih tetap memproduksi tenun.
“Karena menenun bagi ribuan perempuan di sini merupakan sebuah tradisi dan kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan,”katanya.
Namun, jumlah tenun yang diproduksi dikurangi. Dari sebelum pandemi bisa menghasilkan tiga sampai empat tenun kini hanya satu tenun saja.
Penyebabnya karena tenun yang diproduksi tersebut tidak kunjung laku. Untuk modal menenun pun, para perempuan tersebut ikut menjadi buruh pada panen raya yang berlangsung beberapa waktu lalu.
“Padi hasil dari buruh itu kemudian dijual untuk dijadikan modal untuk membuat tenun. Walaupun kita ragu apakah tenun yang dihasilkan itu akan bisa terjual dalam waktu cepat,”imbuhnya.
Di samping itu, para penenun perempuan ini mengandalkan istilah gali lobang tutup lobang agar dapur tetap mengepul. Hal ini menambah beban para perempuan penenun di desa Sukarara.
Masalahnya juga adalah banyak di antara mereka tidak mengetahui cara lain untuk memasarkan tenun hasil produksinya, seperti penjualan online. Selama ini para perempuan penenun tersebut hanya mengandalkan wisatawan yang datang berkunjung. Dan saat ini kunjungan tersebut hampir tidak ada.
Tidak ada yang bisa diharapkan oleh perempuan penenun di desa Sukarara saat ini selain pandemi Covid-19 segera berlalu, serta ada kebijakan pemerintah yang berpihak kepada mereka.
Selama ini, para perempuan di desa tenun Sukarara hanya mengandalkan tenun untuk menopang ekonomi keluarga. Namun sekarang, kondisi mereka seperti babak belur.
“Karena tidak ada wisatawan yang berkunjung dan membeli tenun. Padahal, tenun Sukarara merupakan tenun khas Lombok,”ujarnya.
Senada dengan itu, Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia Lombok Tengah yang juga salah satu pemilik artshop tenun di desa Sukarara, Syamsul Bahri mengatakan, yang diandalkan oleh para penenun saat ini adalah kebijakan pemerintah yang berpihak pada para penenun.
Kebijakan tersebut, seperti rencana pemerintah yang akan mewajibkan ASN dan siswa di sekolah untuk menggunakan seragam yang terbuat dari tenun.
“Bahan tenunnya nanti penenun yang buat. Karena kalau mengandalkan masyarakat lain yang beli sama juga sedang tidak ada uang,”ujarnya.