25.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaPengusaha Protes Check-In Hotel Pasangan Tak Nikah Terancam Pidana

Pengusaha Protes Check-In Hotel Pasangan Tak Nikah Terancam Pidana

Mataram (Inside Lombok) – Rencana penerapan hukuman pidana bagi mereka yang belum menikah, tapi melakukan check in di hotel menuai protes dari kalangan pelaku usaha. Aturan itu sendiri tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) khususnya dalam pasal perzinaan.

“Ini bukan kebijakan namanya, karena sangat merugikan pengusaha hotel. Terlebih untuk tamu mancanegara, karena masalah ini sangat pribadi sekali sifatnya,” ujar Ketua Kehormatan Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) NTB, I Gusti Lanang Patra, Kamis (27/10).

Menurutnya persoalan tersebut adalah ranah privasi yang seharusnya sudah bisa diatur berdasarkan hukum adat, norma agama hingga norma moral daerah masing-masing. Terlebih saat ini industri perhotelan masih mencoba bangkit dari dampak pandemi Covid-19.

“Sangat tidak etis sekali rasanya menanyakan masalah itu, pariwisata kita akan ditinggal oleh tamu mancanegara,” ungkapnya.

Sebagai informasi, mengutip Draf RUU-KUHP, pada pasal 415 tertulis setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda. Meski dalam butir (2) dijelaskan juga tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua, atau anak yang tidak terikat perkawinan.

Pada pasal 416 juga tertulis bahwa setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami-istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Namun tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan dari suami atau istri orang yang terikat perkawinan, orang tua atau anak yang tidak terikat perkawinan.

Terpisah, Ketua Indonesian Hotel General Manager (IHGMA) NTB, Lalu Kusnawan mengatakan sejauh ini ia belum membaca secara detail aturan tersebut. Kendati harus kembali dilihat dan dipelajari sama-sama seperti apa isi pasal-pasalnya dalam RUU KUHP tersebut.

Kendati, jika aturan itu diterapkan akan menjadi persoalan, terutama bagi wisatawan mancanegara. “Kalau wisman ini menjadi problem, terutama Bali-Lombok yang pangsa pasarnya lebih ke wisman. Ini juga harus menjadi pertimbangan baik-baik, kalau benar itu terjadi maka akan terjadi seluruhnya,” ujarnya.

Menurut Kusnawan, saat ini telah banyak juga destinasi wisata halal dan hotel-hotel syariah yang menerapkan aturan tersebut. Namun jika aturan yang sama dipaksakan pada hotel-hotel konvensional maka akan sulit.

“Kalau di wisman kan susah yang memang destinasi wisata internasional, akan sulit. Jadi sama dengan kategori wisata halal, konsep wisata halal ini kan tidak semuanya halal. Tetapi ada pilihan yang diberikan ke wisatawan domestik maupun mancanegara,” jelasnya.

Dikatakan, sekarang ini di NTB saja sudah ada hotel syariah maupun wisata halal yang dapat dipilih wisatawan. Artinya Indonesia maupun NTB terbuka untuk wisatawan muslim khususnya, selama itu ada pangsa pasarnya.

“Ini yang menimbulkan kontradiksi dan perlu duduk bersama di bahas bagaimana baiknya,” pungkasnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer