Mataram (Inside Lombok) – Berdasarkan data rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Senin (5/11/2018) pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada triwulan III tahun 2018 jika dibandingkan triwulan III tahun 2017 secara year-on-year mengalami penurunan hingga 13,99 persen.
Jika dipantau dari lapangan usaha, penurunan tertinggi berada pada kategori pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 57,83 persen. Sementara itu, berdasarkan sisi pengeluarannya, penurunan tertinggi pada Komponen Ekspor Luar Negeri yaitu sebesar 66,44 persen.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Triwulan III tahun 2018 secara quarter-to-quarter mengalami penurunan sebesar 2,14 persen. Penurunan tertinggi yaitu terjadi pada Kategori Konstruksi dengan persentase sebesar 16,53 persen. Berdasarkan sisi PDRB Pengeluaran Komponen Ekspor Luar Negeri memgalami penurunan tertinggi hingga mencapai 23,31 persen.
Sementara itu, secara kumulatif (c to c), pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTB pada triwulan III tahun 2018 jika dibandingkan dengan triwulan III juga di tahun 2017, mengalami penurunan hingga 5,40 persen. Penurunan tertinggi berada pada kategori lapangan usaha pertambangan dan penggalian yaitu mencapai 40,17 persen.
Jika terhitung pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada triwulan III tahun 2018 tanpa pertambangan bijih logam yakni pertumbuhan secara y on y mengalami penurunan hingga 0,36 persen dan pertumbuhan ekonomi secara q-to-q memgalami penurunan sebesar 0,79 persen. Sedangkan secara kumulatif c-to-c pertumbahan mengalami kenaikan 3,80 persen.
Kepala BPS Provinsi NTB, Suntono, menjelaskan bahwa belum lama ini BPS melakukan kunjungan lapangan ke PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT). Menurutnya, karena jika diamati beberapa bulan dalam tahun 2018 ini ekspor yang dilakukan selalu lebih rendah dibandingkan tahun 2017. Pihak PT AMNT memberikan penjelasan bahwa secara garis besar disebabkan oleh bahan yang diekspor saat itu merupakan stockpile.
“Stok dari penambangan beberapa tahun yang lalu dan yang belum sempat diolah semuanya dijadikan stok. Stok-stok itulah yang sekarang diolah karena mengalami oksidasi dan kualitas mineral berharga berbeda dengan yang diolah pada tahun itu sehingga nilai ekspornya dibuat tahun 2018 ini lebih rendah dibandingkan dengan 2017 yang lalu,” ujar Suntono.
Namun dari sisi kuota, PT AMNT tidak membatasi jumlah yang diekspor. Berapa pun yang bisa diekspor itu akan tetap diekspor. Selain karena banyak volume yang diekspor, juga lebih karena nilai dari mineral berat berharga memang tidak terurai dari periode-periode yang lalu. Sehingga mengakibatkan kualitasnya tak sebaik yang diolah pada tahun sebelumnya. Namun, dampak-dampak tersebut terjadi karena bencana gempa yang menimpa pada Agustus 2018 lalu. (IL4)