Mataram (Inside Lombok) – Sejumlah petani Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mendapatkan edukasi budidaya tanam cabai dengan teknologi “rain shelter” atau atap plastik dengan menggunakan plastik UV, agar petani bisa menanam cabai pada musim kemarau dan panen hujan.
Kegiatan edukasi dan pembinaan yang diikuti sekitar 10 petani itu dilaksanakan Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Hortikultura Kementerian Pertanian, bekerja sama dengan Dinas Pertanian Kota Mataram, dan dihadiri langsung Kepala Dinas Pertanian setempat H Mutawalli, di Mataram, Kamis.
Kabid Subdit Aneka Cabai dan Sayuran Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Hortikultura Kementerian Pertanian, Wiwik Sutiwi dalam penjelasanya mengatakan, kegiatan edukasi ini dimaksudkan agar petani bisa mendapatkan informasi teknologi tanam cabai di musim kemarau dan panen di musim hujan dengan produksi meningkat.
“Selama ini, petani banyak yang tidak mau tanam cabai saat musim kemarau karena ketika musim hujan kendala banyak hama, penyakit dan waktu panen terkendala hujan sehingga buah busuk,” katanya.
Akan tetapi, dengan menggunakan teknologi atap plastik UV, maka berbagai kendala tersebut bisa ditekan, justru produksi petani bisa meningkat.
Teknologi “rain shelter” ini, kata Wiwik yang didampingi rekannya Lili Ahmad, sudah banyak digunakan petani cabai di Purbalingga, Jawa Tengah.
Tanaman cabai boleh kena air hujan asalkan tidak secara langsung dari atas, artinya bisa lewat bawah atau samping. Dengan menggunakan “rain shelter”, air hujan tidak bisa langsung ke tanaman cabai tetapi mengalir melalui samping tanaman.
“Oleh karena itu, kami berharap setelah mendapatkan edukasi dan praktek ini, para petani di Kota Mataram bisa menerapkan teknologi atap plastik,” katanya.
Menurutnya, teknologi “rain shelter” ini mengarahkan petani menanam cabai saat musim kemarau sehingga bisa panen saat musim hujan dengan produksi tinggi dan harga yang relatif bagus.
“Harga bisa bagus, sebab saat musim hujan petani lain baru mulai tanam cabai sementara kita yang menggunakan ‘rain shelter’, panen,” katanya.
Sebagai perbandingan produksi, dari pengalaman panen petani di Purbalingga menyebutkan, satu hektare tanaman cabai menggunakan “rain shelter” produksinya bisa mencapai 12 ton, sementara yang tidak menggunakan bisa 8 ton ke bawah per hektare.
“Memang untuk memulai penerapan ‘rain shelter’, ada peningkatan biaya untuk pengadaan platik UV dan bambu, tapi itu hanya di awal saja karena bisa digunakan sampai habis panen. Kalau dihitung-hitung petani masih untung banyak,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli berharap petani cabai Mataram tidak hanya diberikan edukasi, namun juga dihadapkan bisa memberikan bantuan sarana dan prasarana produksi.
“Misalnya, kelompok tani dibantu bibit, obat-obatan, serta plastik UV agar bisa langsung diterapkan petani,” katanya.
Mutawalli menambahkan, produksi cabai di Kota Mataram mencapai 8-10 ton per hektare, dengan luas areal tanam 25 hentare untuk cabai, dan 20 hektare untuk bawang. (Ant)