Mataram (Inside Lombok) – Peningkatan aktivitas ekspor di NTB dinilai terkendala akibat kurangnya infrastruktur dan perusahaan eksportir. Padahal kedua hal tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan ekspor produk-produk olahan NTB, baik kerajinan maupun pangan.
Terkait infrastruktur, penyediaan pelabuhan ekspor disebut perlu menjadi atensi. Terlebih selama ini banyak pengusaha mengirim produk ekspor dari Surabaya meskipun Surat Keterangan Asli (SKA) dari NTB.
“Masih kurang agregator dan infrastruktur, saya menganggapnya begitu,” ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) NTB bidang UMKM, Anas Amrulah, Senin (24/1). Dicontohkan seperti ekspor kopi asal NTB yang masih dilakukan lewat Surabaya yang secara teknis menambah biaya yang perlu dikeluarkan.
Padahal jika komoditas ekspor dikirim secara langsung dari NTB, tidak ada biaya tambahan yang perlu dikeluarkan. Kendati demikian belum adanya pelabuhan ekspor dengan kapasitas yang dibutuhkan menjadi kendala yang harus dihadapi.
“Sudah ada pelabuhan Gili Mas, tapi apakah menjadi pelabuhan ekspor? Tentu belum. Jadi menurut saya kita harus mulai memilih produk apa, komoditi apa yang bisa diekspor,” terangnya.
Selain itu, penyiapan eksportir yang dapat mengakomodir hasil produksi UMKM lokal agar memenuhi kebutuhan pasar ekspor juga menjadi kebutuhan. Mengingat UMKM lokal masih punya kapasitas terbatas dalam memenuhi kebutuhan keperluan ekspor, salah satunya kebutuhan modal.
“Jadi institusi, lembaga, perorangan yang membantu UMKM itu dari aspek modal atau segala macam untuk kemudian bisa ekspor ini bisa optimal dan maksimal,” jelasnya.
Ekspor beberapa produk yang memiliki nilai tambah seperti cukli dan ketak diakui sudah berjalan. Akan tetapi volume pengiriman diakui masih terbilang kecil. Terutama karena situasi ekonomi saat ini yang mengakibatkan permintaan juga menurun.
“Tetap ada (ekspor), tapi kecil, dan kecil-kecil itu biasanya kirim melalui Bali. Jadi pengepulnya di Bali untuk kemudian Bali yang keluar ekspor. Karena di Bali sebagai agregatornya yang dia dapat peluang ekspornya, maka pintu masuknya lewat situ,” ungkapnya.
Menurutnya, pembentukan kelembagaan ekspor dibutuhkan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Khususnya agar peluang ekspor NTB tidak lagi diambil oleh daerah luar seperti Surabaya dan Bali. Upaya bersama tersebut yang dibutuhkan untuk meningkatkan aktivitas ekspor NTB.
“Itu harus dipikirkan, tidak harus ukurannya itu kontainer. Kita selalu mikir ekspor itu volumenya besar, tapi sebenarnya ada produk-produk yang diekspor dalam skala kecil,” katanya.
Dicontohkan seperti produk makanan olahan yang sedang didorong dan sudah dikemas dengan baik. Produk makanan tersebut memiliki potensi ekspor, khususnya untuk kawasan Asean.
“Tidak usah jauh-jauh dulu. Misalnya kita pasarkan di Malaysia, Singapura, itu kan banyak. Kemudian dia tidak perlu shipping-nya lewat laut, tapi dia masih bisa lewat udara, jadi lebih mudah,” pungkasnya. (dpi)