Lombok Timur (Inside Lombok) – Isnun (60) Salah Seorang warga Desa Sakra, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur, rela menggadai tanah miliknya demi menebus surat tanah dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap ( PTSL). Padahal seharusnya program ini gratis bagi warga, sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo.
Isnun terpaksa menggadaikan tanah satu-satunya itu demi bisa mendapatkan sertifikat. Hal tersebut dilakukan lantaran oknum RT di dusun tersebut memintai Isnun uang tebusan PTSL sebesar Rp1 juta. Sementara, tanah Isnun terletak di Dusun Suwangi Timur, Desa Sakra, Lotim.
Karena tidak mempunyai biaya untuk membayar tebusan PTSL tersebut, Isnun rela menggadaikan tanahnya kepada oknum Ketua RT itu.
“Semula saya dimintai uang tebusan Rp1.350.000. Namun saya tidak mempunyai uang, maka saya disuruh membayar hanya Rp1 juta,” ujarnya, Kamis (23/07/2020).
Tanah Isnun sekarang digarap oleh oknum RT setempat hingga Isnun bisa membayar hutang pembayaran tebusan tersebut. Sekarang, Isnun hanya merenung di sembari memikirkan kemana ia harus mencari uang gantinya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pelaksana Program PTSL Desa Suwangi, M Suhardi mengungkapkan tidak ada birokrasi seperti itu sejauh ini mengenai PTSL yang terjadi di Desa Suwangi. Apalagi sampai menggadaikan tanah.
“Kami hanya meminta tebusan senilai Rp350 ribu kepada masyarakat, seperti yang dilakukan desa lainnya juga,” akunya.
Suhardi mengungkapkan bahwa tidak ada paksaan kepada masyarakat untuk membayar tebusan PTSL. Kapan pun masyarakat bisa datang ke kantor desa untuk membayar tebusan PTSL tersebut.
“Pintu kantor desa terbuka lebar bagi masyarakat, tidak ada yang kami tekankan untuk membayar secepatnya,” jelasnya.
Dikatakannya, memang benar ada pembayaran sampai satu juta lebih. Namun itu bukan dari program PTSL, melainkan pembuatan surat bagi waris. Petugas PTSL juga tidak berani melakukan pengukuran jika tidak ada surat bagi waris.
“Warga harus punya surat bagi waris baru bisa mengikuti program ini. Kalau tidak ada ya masyarakat harus lebih dulu membuat surat ahli waris,” jelasnya.
Suhardi merasa ada kesalahpahaman yang terjadi di tengah masyarakat. Sebelumnya pihak desa gencar melakukan sosialisasi terkait adanya PTSL dan besaran biayanya.
“Kami lakukan sosialisasi melalui toa masjid, bahkan turun langsung mengunjungi masyarakat. Namun sepertinya ada salah paham yang terjadi di tengah masyarakat,” ujarnya.
Atas kejadian tersebut pihak Desa Suwangi akan kembali turun memberikan sosialisasi bagi masyarakat, agar kesalahpahaman tersebut tidak terjadi lagi.
“Memang di program PTSL ini sering terjadi kesalahpahaman, namun Alhamdulillah bisa terselesaikan,” pungkasnya.
Diketahui bahwa keputusan adanya beban biaya yang dibayarkan masyarakat tertuang dalam keputusan SKB 3 Menteri Nomor 25 Tahun 2017. Ketiga menteri tersebut adalah Menteri ATR, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Sesuai ketentuan SKB 3 Menteri Nomor 25 Tahun 2017, berikut ketentuan jumlah biaya yang dapat dipungut oleh Pemdes.
Kategori I untuk Provinsi Papua, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar Rp 450.000.
Ketegori II untuk Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebesar Rp350.000.
Kategori III untuk Provinsi Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Kalimantan Timur sebesar Rp 250.000.
Kategori IV untuk Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kalimantan Selatan sebesar Rp 200.000.
Kategori V untuk Pulau Jawa dan Bali sebesar Rp150.000