Mataram (Inside Lombok) – Stunting atau gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi yang berulang menjadi masalah serius di Indonesia. Tidak terkecuali di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB).
Beberapa tahun terakhir, stunting masih menjadi permasalahan yang perlu diatasi di NTB karena angka prevalensinya masih cukup tinggi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, prevalensi stunting di NTB mencapai 30,4 persen.
Direktur RSIA Permata Hati Mataram, dr. Agus Thoriq, Sp.OG menerangkan stunting adalah problem multidimensi dan lintas sektoral yang memerlukan kerja sama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Peran semua pihak dalam mengatasi stunting sangat penting, karena dampaknya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.
“Anak yang mengalami stunting biasanya memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai penyakit, mengalami keterlambatan dalam perkembangan kognitif dan mental, dan memiliki peluang yang lebih kecil untuk meraih keberhasilan di masa depan,” jelasnya.
Untuk mengatasi stunting, Pemprov NTB telah melakukan berbagai upaya. Seperti program peningkatan gizi dan kesehatan anak, serta upaya peningkatan akses air bersih dan sanitasi yang memadai. Namun, perlu dilakukan upaya yang lebih serius dan terkoordinasi untuk mencapai target pengurangan angka stunting di NTB.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggelar Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) program bangga kencana provinsi NTB tahun 2023. Dalam RAKERDA ini, BKKBN NTB menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk rumah sakit, untuk melaksanakan program pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi bagi masyarakat pada rumah sakit unggulan.
RSIA Permata Hati Mataram menjadi salah satu pihak yang mendapatkan kerja sama terkait program ini. Melalui kerja sama ini, diharapkan dapat memberikan layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi masyarakat, serta membantu dalam upaya mengatasi stunting di NTB.
“Kerja sama yang dilakukan oleh BKKBN dan RSIA Permata Hati dalam program ini tentunya tidak cukup untuk mengatasi stunting secara keseluruhan. Namun, upaya ini menjadi salah satu langkah penting yang dapat membantu dalam mengurangi angka stunting di NTB,” jelas Agus.
Dengan kerja sama yang baik dan terkoordinasi, diharapkan dapat tercipta kondisi yang lebih baik bagi kesehatan anak-anak di NTB, sehingga dapat terwujud SDM yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional. (r)