Mataram (Inside Lombok) – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS (21) seorang pemuda penyandang disabilitas di Mataram terus berlanjut. Berkas perkara yang menyeret pemuda disabilitas ini masuk pada tahap I dan diserahkan ke Kejaksaan.
Kasus dugaan pelecehan seksual dengan tersangka IWAS ini terjadi pada 7 Oktober 2024 sekitar pukul 12.00 Wita di salah satu homestay di sekitar Kota Mataram. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat menerangkan IWAS dengan kondisi keterbatasan fisik diduga melakukan aksi pelecehan seksual dengan modus komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi sikap dan psikologi korban.
“Nanti kalau ada petunjuk dari jaksa (pemeriksaan lebih lanjut) karena berkas perkara sdh kita limpahkan ke kejaksaan tahap 1,” ujar Syarif, Sabtu (30/11). Jika berkas yang dilimpah tersebut dinilai masih ada yang kurang, maka penyidik masih akan melengkapi lagi sesuai dengan petunjuk formil maupun materiil dari JPU.
Saat ini untuk tersangka tidak dilakukan penahanan. Penyidik juga telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi-saksi dari korban, saksi ahli dan tersangka. “Tidak kita lakukan penahanan. (Dari pengakuannya, red) tersangka mengakui ada persetubuhan tersebut,” katanya.
Sementara itu, hasil pemeriksaan saksi ahli psikologi, jika melihat dari aspek emosional bahwa tersangka terpengaruh dari sosial influence (judi, miras), termasuk bully yang dialami terduga pelaku sejak berumur 4 tahun sehingga kondisi tersebut meningkat pada tindakan menyetubuhi.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah didapatkan dari proses penyidikan, bahwa tersangka merupakan penyandang disabilitas secara fisik (tidak mempunyai kedua tangan). Namun tersangka tidak ada hambatan untuk melakukan pelecehan seksual fisik terhadap korban. Karena tersangka melakukan persetubuhan terhadap korban dengan menggunakan kekuatan kedua kakinya. Begitu juga dalam melakukan kegiatan sehari-hari menggunakan kedua kakinya seperti menutup pintu, makan, tanda tangan serta menggunakan sepeda motor khusus.
“Pelimpahan berkas perkaranya sesuai dengan rujukan pasal 8 ayat 3 dan pasal 110 ayat 1 undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang kepolisian republik Indonesia,” jelasnya.
Terhadap IWAS penyidik menerapkan sangkaan pidana sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam undang-undang TPKS pasal 6, memang tidak serta merta hanya menuntut adanya unsur paksaan, kekerasan. Namun ada beberapa pasal yang diterapkan, mengarah adanya unsur tindakan yang menyebabkan seseorang tergerak untuk melakukan (dilecehkan). (dpi)