28.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaSikapi Kasus Pelecehan Seksual Anak: Butuh Komitmen Menghukum Berat Pelaku

Sikapi Kasus Pelecehan Seksual Anak: Butuh Komitmen Menghukum Berat Pelaku

Mataram (Inside Lombok) – Kasus kekerasan seksual yang masih terjadi di wilayah NTB menjadi perhatian dan kekhawatiran banyak pihak. Pasalnya yang menjadi korban di antaranya anak di bawah umur yang masih berstatus pelajar, sehingga meninggalkan trauma tersendiri bagi korbannya. Karena itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan sensitivitas masyarakat terhadap tindak kekerasan seksual. Termasuk juga meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengawasan terhadap di lingkungan masing-masing.

“Dalam konteks penegakan hukum harus ada komitmen untuk memberikan hukuman yang berat kepada para pelaku. Dalam konteks ini saya sangat menyayangkan beberapa oknum pimpinan daerah di NTB malah berpihak kepada pelaku kekerasan seksual,” ujar Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Joko Jumadi, Kamis (7/3).

Lebih lanjut, di beberapa kasus bahkan ada pihak yang mencoba menghentikan proses hukum pelaku kekerasan seksual. Apalagi pencegahan masih belum terlihat ada upaya sistemik untuk pencegahan kekerasan seksual.

Selama ini penanganan yang ada masih fokus pada menangani kalau ada kasus, sehingga kasus-kasus terjadi peningkatan setiap tahunnya. Artinya hanya dilakukan jika ada kasus saja, sedangkan ketika tidak ada, tidak ada upaya penanganan dilakukan. “Seperti pemadam kebakaran hanya fokus pada penanganan kasus yang sudah ada korbannya, tapi upaya-upaya pencegahan belum terlihat dilakukan secara sistemik,” jelas Joko.

Di sisi lain, pada kondisi saat ini perlu juga ada upaya rehabilitasi komprehensif bagi korban. Mengingat pada kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, pelakunya kebanyakan orang-orang terdekat korban. Baik itu ayah kandung, paman, hingga kakek korban.

Salah satunya seperti yang baru-baru terjadi di wilayah Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, di mana seorang ayah kandung memperkosa anaknya sendiri sejak anak tersebut masih duduk di bangku SMP hingga SMA. Saat ini pendampingannya dilakukan oleh pekerja sosial dari Dinas Sosial dan UPTD PPA Lombok Barat.

“Pada kondisi ini rehabilitasi komprehensif harus dilakukan, mulai dari rehabilitasi medis, psikologis termasuk rehabilitasi sosial untuk korbannya,” ujar Joko. Sedangkan untuk pelakunya sendiri, selama ini sampai pada proses hukum saja dan tidak ada lanjutannya untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi hal serupa. Padahal seharusnya pelaku juga diberikan pendekatan lainnya.

Menurut Joko dalam konteks pelaku tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum pidana, tapi juga harus melakukan pendekatan terapi. “Di mana rehabilitasi medis dan rehabilitasi psikologi terhadap pelaku juga diperlukan termasuk pengawasan terhadap pelaku setelah menjalani pidana,” terangnya.

Tak hanya itu saja, perlu juga pengawasan dari lingkungan keluarga, lingkungan sekitar tempat tinggal korban atau sekolah agar anak ini tidak menjadi korban kekerasan seksual. Untuk di sekolah, pendidikan tentang kesehatan reproduksi termasuk juga tips mencegah kekerasan seksual harus masuk dalam sistem pembelajaran di sekolah sehingga anak secara dini bisa mengantisipasi apabila ada ancaman kekerasan seksual pada dirinya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer