Mataram (Inside Lombok) – Upaya pengendalian hewan liar di sekitar kawasan Mandalika menjadi atensi khusus Pemprov NTB. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) NTB, drh. Khairul Akbar, M.Si dengan tegas membantah bahwa pengendalian hewan liar, dalam hal ini anjing liar di Kawasan Mandalika oleh pihaknya dilakukan secara brutal.
Ia menjelaskan bahwa terkait pengendalian anjing liar yang dilakukan Pemprov NTB melalui Disnakeswan di Mandalika telah sesuai prosedur. Pihaknya menjamin tidak ada unsur kekerasan di dalamnya.
“Pemberantasan anjing liar yang dimaksud yaitu, penyakit anjing gila atau rabies. Tidak ada istilah pembantaian seperti dipukul dan dihajar,” ujarnya saat diwawancarai di ruang kerjanya, Jumat (14/01).
Lebih lanjut, Khairul menjelaskan secara keilmuan, anjing-anjing yang terkena penyakit rabies memang harus diberantas dan dieliminasi. Upaya ini dilakukan agar suatu daerah terhindar dan aman dari penyakit anjing gila.
Diterangkan, Provinsi NTB masuk dalam status Waspada Rabies. Mengingat dalam waktu dekat akan menyelenggarakan empat ajang balap internasional, sehingga langkah pengendalian tersebut dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dengan tujuan mengamankan daerah NTB dari penyakit anjing gila.
Selain itu, Khairul juga mengklarifikasi bahwa foto-foto pemberantasan anjing yang beredar selama ini bukanlah di Kawasan Mandalika, melainkan di Kota Karachi, Pakistan. Foto-foto tersebut diambil dari Channel YouTube Nyoooz TV dengan judul Over 700 Stray Dogs Poisoned in Pak’s Karachi.
“Fotonya juga bukan di Lombok, di NTB tidak ada bajaj. Itu adalah daerah lain, bisa dicek lagi kebenarannya,” tutupnya.
Terpisah, Ketua Animal Defenders Indonesia (ADI) Doni Herdaru Tona mengatakan pemeriksaan yang dilakukan oleh timnya menunjukkan penyebab kematian anjing di Mandalika adalah dengan luka benda tajam. Sehingga pihaknya mempertanyakan tindakan yang sudah dilakukan terhadap anjing-anjing di kawasan tersebut.
“Apa yang kami temukan di lapangan, berbeda. Di saat yang bersamaan, kami juga sempat merekam layar website resmi Disnakeswan NTB yang mencantumkan kata-kata “pemberantasan”. Bukankah ini kontradiktif?” tanyanya.
Ia mengharapkan, Disnakeswan NTB sebagai perpanjangan tangan pemerintah harus tunduk pada peraturan dan perundangan. Jika akan melakukan pemberantasan anjing rabies, maka harus ada pemeriksaan rabies terlebih dahulu. Sehingga bisa diketahui, anjing mana yang harus diberantas.
“Bagaimana mereka bisa mengatakan bahwa pemberantasan itu perlu untuk memberantas anjing rabies, sedangkan uji rabies terhadap anjing itu tidak pernah dilakukan?,” tanya Doni. (azm)