Mataram (Inside Lombok) – Antrean panjang kendaraan roda empat untuk mendapatkan solar terjadi di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di berbagai daerah, termasuk di NTB. Namun PT. Pertamina (Persero) mengklaim stok dan penyaluran bahan bakar berjalan dengan maksimal, termasuk untuk solar subsidi.
Section Head Communication & Relations Pertamina Jatimbalinus (Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur), Arya Yusa Dwicandra mengatakan kondisi di NTB terkait ketersediaan solar saat ini tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya. Di mana ada dua jenis harga yang diberlakukan untuk bahan bakar tersebut. Pertama solar subsidi atau dinamakan jenis bahan bakar tertentu sesuai perpres 191/2014; kemudian solar non-subsidi atau solar harga normal atau untuk industri.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191/2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor plat hitam untuk pengangkut orang atau barang, kendaraan bermotor plat kuning kecuali mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari 6, kendaraan layanan umum (ambulance, pemadam kebakaran, pengangkut sampah), kapal angkutan umum berbendera Indonesia, kapal perintis, serta kereta api penumpang umum dan barang.
“Bagi konsumen industri, perusahaan, perkebunan, pertambangan dan usaha makro lainnya sebaiknya membeli produk solar non-subsidi dengan merk dagang Dexlite atau Pertamina Dex,” ujar Arya, Selasa (29/3).
Untuk solar subsidi disebut Arya memiliki kuota yang disesuaikan dengan keputusan pemerintah. “Dikarenakan ada kuota, maka penyalurannya harus sesuai dengan kuota tersebut. Untuk kuota NTB per tahunnya itu datanya ada di Dinas ESDM, kalau berdasarkan informasi dari pusat ada kenaikan konsumsi secara nasional,” jelasnya.
Lantaran ada kenaikan konsumsi secara nasional dan kuota per triwulan pertama 2022 sudah melebihi 10 persen, pihaknya mengaku harus mengevaluasi dan mengatur kebutuhan masing-masing SPBU kembali. Hal tersebut disinyalir menyebabkan solar terkesan langka hingga antrean panjang kendaraan bermunculan di beberapa SPBU.
“Stok solar subsidi secara nasional di level 20 hari, dan setiap hari stok ini sekaligus proses penyaluran ke SPBU terus dimonitor secara real time. Namun perlu diketahui secara nasional per Februari penyaluran solar subsidi (sudah) melebihi kuota,” ujarnya.
Kendati, pihaknya akan terus memonitor seluruh proses distribusi mulai dari Terminal BBM hingga konsumen. Dengan begitu stok bahan bakar di SPBU dipastikan selalu tersedia bagi masyarakat, termasuk untuk solar subsidi.
“Kami akan fokus pelayanan di jalur logistik serta jalur-jalur yang memang penggunaannya adalah yang berhak menikmatinya. Konsumen pengguna solar subsidi yang berhak tidak perlu panik dan membeli sesuai kebutuhan,” terangnya.
Pertamina bersama seluruh stakeholder dan pemerintah melalui BPH Migas disebutnya akan terus meningkatkan edukasi dan sosialisasi mengenai regulasi yang telah dibuat mengenai penyaluran solar subsidi. Di mana solar subsidi yang sesuai peruntukannya, sehingga pengguna solar subsidi akan tepat sasaran dan masyarakat akan makin bijak menggunakan bahan bakar sesuai spek mesin kendaraannya.
“Karena Solar subsidi merupakan BBM bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat kurang mampu, serta memiliki diterapkan melalui kuota oleh pemerintah,” imbuhnya. (dpi)