Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB deklarasikan sekaligus melakukan penandatanganan komitmen bersama dan MoU lintas sektor untuk pencegahan perkawinan anak di NTB Jum’at (3/5). Penandatangan ini sebagai salah satu wujud keseriusan Pemprov NTB dalam menyikapi kenaikan angka perkawinan anak NTB.
Berdasarkan data pusat statistic NTB, perkawinan anak sebesar 17,32% pada tahun 2023. Sedangkan pada tahun 2022 sebesar 16,23 persen. Deklarasi dan penandatanganan tersebut dilakukan Penjabat Gubernur NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si disaksikan Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E.,M.Si.
Pemerintah Provinsi NTB pun telah mengeluarkan kebijakan pencegahan perkawinan anak yang dituangkan dalam PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Pergub NTB Nomor 34 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2023-2026. Akan tetapi, dispensasi menjadi celah yang melanggengkan perkawinan anak.
Penjabat Gubernur NTB, H. Lalu Gita Ariadi menyebut kondisi ini sebagai ‘Darurat Merariq Kodeq”. Ia mengatakan akan mencermati data tersebut secara saksama dan merumuskan bersama langkah inovatif untuk mengatasinya. Selain itu, ia mengimbau para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat untuk mengingatkan dan berkomitmen membuat awig-awig desa yang disertai sanksi sosialnya.
“Konsep ‘reward and punishment’ akan dijalankan dalam mengatasi pernikahan dini. Peran media sangat penting untuk mengedukasi masyarakat,” katanya.
Dalam kegiatan ini, perwakilan kepala desa dan lurah di NTB mendeklarasikan beberapa hal yang berisi komitmen dalam menyusun regulasi atau awig-awig ‘Stop Merariq Kodeq’ di Provinsi NTB yang disertai sanksi sosial dan sanksi administratif.
Sementara itu, kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTB, Nunung Triningsih mengatakan persentasi angka perkawinan anak di NTB berada diatas nasional. Karena rata-rata perkawinan anak secara nasional yaitu sebesar 6,92 persen.
Penanganan yang dilakukan untuk menekan angka perkawinan anak yaitu mengintervensi 50 desa di NTB. Sebanyak 50 desa yang dipilih ini akan menjadi pilot project dalam penanganan perkawinan anak, stunting dan kemiskinan.(azm)