Mataram (Inside Lombok) – Angka pengangguran di NTB pada Agustus 2022 sesuai catatan Badan Pusat Statistik (BPS) NTB sebesar 2,89 persen atau 0,12 persen poin dibanding Agustus 2021. Diharapkan angka pengangguran akan semakin menurun tahun ini, begitu juga dengan 2023 mendatang. Tahun depan NTB menargetkan angka pengangguran turun 3,91 persen.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Gede Putu Aryadi menyebutkan untuk merealisasikan target di tahun depan tentu membutuhkan langkah-langkah strategis. Yaitu, mengoptimalkan tiga program inovasi dinas. Antara lain, zero unprocedural migran, PePADU Plus (Pelatihan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Terpadu) Plus Pendampingan WUB serta menciptakan hubungan industrial yang harmonis melalui layanan klinik konsultasi ketenagakerjaan mobile.
“Jadi tiga program inovasi ini yang akan kita genjot terus ditahun depan,” ujar Aryadi, Kamis (10/11). Lebih lanjut pihaknya sudah menargetkan penurunan angka pengangguran tahun depan mencapai 3,19 persen.
Capaian angka tersebut lebih besar dari 2022 sebesar 2,89 persen. Mengingat kondisi saat ini perusahaan dan pengusaha sudah lebih baik, apalagi pertumbuhan ekonomi NTB tercatat mengalami kenaikan 7 persen.
“Penurunan angka pengangguran itu sudah kami prediksi akan turun dibawah tiga persen,” katanya. Menurut Aryadi, untuk NTB bisa mencapai target penurunan angka pengangguran ini tentunya akan ada berbagai kendala dan masalah.
Masalah yang dimaksud, pertama masih terbatasnya industri menengah dan besar di NTB. Di mana hanya 9,51 persen atau 610 perusahaan yang ada di daerah berdampak pada terbatasnya kesempatan kerja pada sektor formal. Penduduk yang bekerja di sektor informal sebanyak 1,96 juta atau 73,89 persen. Sedangkan yang bekerja di sektor informal sebanyak 693,75 ribu atau 26,11 persen.
Selain itu, penduduk yang bekerja masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan di bawah Sekolah Dasar (SD) sebesar 42,93 persen. Serta sebagian besar penduduk bekerja sebagai pekerja penuh.
“Kami berkolaborasi dengan OPD terkait dalam meningkatkan rasio serapan angkatan kerja, menggenjot program inovasi, meningkatkan kompetensi tenaga kerja,” terangnya.
Kedua, perlindungan terhadap tenaga kerja yang belum maksimal. Hingga kini, tenaga kerja aktif yang sudah dilindungi program BPJS Ketenagakerjaan dengan periode Oktober 2022 sebesar 337.923 orang. Selain itu, pembinaan dan pengawasan di perusahaan perlu ditingkatkan.
“Terobosan yang kita lakukan, meningkatkan pembinaan dan pengawasan di perusahaan,” tuturnya. Selain itu memberikan perlindungan jaminan kecelakaan kerja, meningkatkan kolaborasi dengan perusahaan dan melaksanakan pemeriksaan kesehatan kerja bagi sektor informal.
“Masalah ketiga ini adalah belum optimalnya pengelolaan kawasan transmigrasi. Sampai sekarang realisasi baru mencapai 48,60 persen dari target 60,75 persen,” jelasnya. Bahkan sampai dengan 2022, sebanyak 46 unit Satuan Permukiman Transmigrasi yang sudah dibangun di NTB dengan jumlah kepala keluarga yang sudah ditempatkan sebanyak 10.790 KK.
Dengan OPD terkait kolaborasi untuk menyelesaikan masalah SHM di kawasan, serta berkoordinasi dengan pihak desa agar kawasan yang diserahkan menjadi desa definitif. “Sehingga mendapatkan alokasi dana desa dalam peningkatan kapasitas transmigran,” imbuhnya.
Sementara itu, Statistisi Ahli Madya BPS NTB, Arrief Chandra Setiawan mengatakan BPS NTB mencatat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTB berdasarkan hasil Sakernas pada Agustus 2022 sebesar 2,89 persen. Turun sekitar 0,12 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2021. Hal ini mengindikasikan bahwa dari 100 orang angkatan kerja, terdapat sekitar tiga orang penganggur.
“TPT merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tenaga kerja tidak terserap oleh pasar kerja dan menggambarkan kurang termanfaatkannya pasokan tenaga kerja,” ujarnya. (dpi)