31.5 C
Mataram
Sabtu, 23 November 2024
BerandaBerita UtamaUsahanya Ditutup, Pengusaha Kafe dan Karaoke Ilegal di Suranadi Minta Pertanggungjawaban Pemda

Usahanya Ditutup, Pengusaha Kafe dan Karaoke Ilegal di Suranadi Minta Pertanggungjawaban Pemda

Lombok Barat (Inside Lombok) – Para pemilik kafe dan karaoke ilegal di Suranadi melayangkan protes ke Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Barat (Lobar) pasca usaha mereka ditutup paksa oleh petugas. Pasalnya, penutupan itu dinilai merugikan dan menghilangkan pekerjaan warga yang menjadi karyawan di sana, sehingga mereka meminta solusi dari pemda atas kebijakan tersebut.

Sebanyak 34 pengusaha yang tergabung dalam Aliansi Warung Suranadi (AWAS) meminta Pemda Lobar mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dari keberadaan usaha mereka. “Kami minta Pemda Lobar memberikan solusi pasca penutupan kafe ini,” kata Humas AWAS, I Gede Putra Yasa akhir pekan kemarin.

Menurutnya, tiap kafe telah mempekerjakan 5 sampai 10 orang tenaga kerja yang dinilai juga membawa dampak ekonomi bagi para pedagang asongan sekitar lokasi. Sehingga penutupan kafe itu disebutnya menyebabkan lebih dari 200 orang kehilangan pekerjaan.

“Penutupan paksa sudah dilakukan sejak sebelum tahun baru 2023, dan saat ini sudah masuk hari ke 17. Dampaknya sangat terasa, sementara belum ada solusi dari pemda,” ujarnya.

Mereka juga mengaku kesulitan dengan kondisi ini. Lantaran tagihan hutang yang mereka pinjam untuk modal usaha di bank tetap berjalan. Di mana mereka rata-rata harus menyicil Rp5-8 juta per bulan.

Ia mengatakan, AWAS sangat menghargai keputusan Pemda Lobar untuk menertibkan kafe dan karaoke ilegal yang beroperasi di Suranadi. Namun mereka menuntut harus ada win-win solution. Termasuk agar ada perubahan regulasi dan mereka mengaku bersedia mengurus segala perizinan yang dibutuhkan supaya usaha mereka bisa kembali berjalan.

“Hitungan kami uang berputar di Suranadi bisa mencapai Rp4 miliar per bulan. Ini sangat potensial sebagai pemasukan daerah jika ada regulasinya. Kami pun selalu siap sejak dulu untuk mengurus izin apa saja yang dibutuhkan. Kami berharap Pemda memberikan solusi,” harapnya.

AWAS juga menyentil soal keadilan dalam penerapan perda larangan kafe dan karaoke ilegal di Lombok Barat. Sebab, di sejumlah lokasi lainnya operasional kafe dan karaoke yang sama tetap berjalan.

“Ini juga kami pertanyakan, kenapa hanya Suranadi yang ditutup, sementara lokasi lain masih buka. Kalau penerapan perda kan harusnya berlaku sama di semua wilayah Lombok Barat,” tandasnya.

Menanggapi hal itu, Sekda Lobar, H. Ilham menyebut Pemda Lobar telah menyiapkan berbagai program yang akan diarahkan bagi masyarakat setempat yang terdampak akibat penutupan kafe tersebut sebagai solusi.

“Solusi itu kan sudah kita siapkan, tapi tidak bisa instan kalau mereka juga tidak siap untuk menjalani solusi itu,” terang Ilham.

Jika para pekerja yang terdampak dikhawatirkan tak lagi punya pekerjaan, Pemda disebutnya justru akan mendata mereka untuk bisa diarahkan ke program yang sesuai dengan bakat dan minat mereka.

“Kan kita bisa arahkan mereka ke pendidikan dan pelatihan sesuai dengan minatnya. Itu yang sudah kita koordinasikan dengan teman-teman di Dinas Pariwisata, Perindag, Disnaker. Akan seperti apa maunya mereka,” jelasnya.

Diterangkan, saat ini Pemda Lobar akan tegas untuk menertibkan usaha-usaha hiburan yang tak memiliki izin. Terlebih yang lokasinya ada di kawasan yang menyalahi Perda Tata Ruang.

“Yang jelas itu tidak sesuai dengan Tata Ruang dan mereka semua tidak berizin. Karena itu bukan kawasan yang diizinkan untuk diadakannya karaoke, minuman keras. Dan secara tata ruang, itu tidak boleh,” tegasnya.

Namun yang jelas, kata dia perda terkait hal itu tidak akan mungkin untuk diubah. “Itu tidak bisa (diubah) karena itu sudah masuk dalam RTRW dan RDTR Narmada sudah dalam proses finalisasi,” pungkas Ilham.

Terlebih dalam SK Desa Wisata yang juga jelas-jelas melarang adanya kafe dan karaoke serta minuman keras di Desa Wisata. Karena dikhawatirkan akan mengakibatkan dampak sosial yang cukup tinggi. Terlebih kasus HIV/AIDS dinilai kian mengkhawatirkan.

“Bukan berarti kita tidak memikirkan mereka, tapi mereka juga harus memperhatikan hal-hal yang memang menjadi rancang bangun yang sudah direncanakan oleh Pemerintah,” tutupnya. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer