Lombok Barat (Inside Lombok) – Peristiwa longsor terjadi di Dusun Karang Taliwang, Desa Dasan Tereng, Kecamatan Narmada, yang terjadi beberapa waktu lau. Warga yang terlanjur membangun rumah di wilayah rawan bencana di sekitar bantaran sungai dan sempadan talud harus siap direlokasi.
Di mana data awalnya ada sekitar 11 kepala keluarga yang dinilai ada di titik rawan longsor. Baik rumah warga yang ada di bagian atas, maupun di bagian bawah.
“Hasil evaluasi kami bersama pak Bupati dan PU, tidak ada pilihan, bagi masyarakat yang sudah terlanjur membangun pemukiman di daerah rawan bencana. Harus direlokasi” kata Kalak BPBD Lobar, Mahnan, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Rabu (09/12/2020).
Karena hal tersebut dinilai terlalu berisiko, apalagi membangun rumah di talud yang bahkan dinilai tidak memenuhi standar. Lantaran kemiringannya mencapai 70 hingga 80 derajat. Terlebih lagi setelah dilakukan analisa, bahwa tanah tersebut masuk kategori tanah yang gembur.
“Jadi begitu curah hujan agak lebat saja dan masuk ke pori-pori tanah, itu bisa menggerus” jelasnya.
Sehingga ketika talud itu tidak memenuhi struktur teknis kemiringan maka hal tersebut yang akan mengakibatkan longsor.
“Sementara yang rumahnya di bawah, itu ada yang membangun di bantaran sungai dan itu juga rawan” tandasnya.
Karena pada aturannya, untuk sungai yang tidak bertanggul, pemukiman dapat dibangun dengan jarak sekitar 10 hingga 15 meter.
“Tapi ini kadang-kadang justru taludnya dijadikan sebagai pondasi rumah dan sungainya dipersempit” ungkapnya.
Mahnan mengaku, bahwa masyarakat pada prinsipnya mau direlokasi. Bahkan mereka sudah mengajukan usul supaya ada kejelasan terkait tempat untuk relokasi tersebut.
Kepala Dinas PUPR Lobar, Made Arthadana pun, menyebut telah melakukan kajian bagaimana perobohan bangunan (rumah sisa longsor) untuk menghindari jatuhnya korban jika terjadi longsor susulan.
“Jadi jangka pendek ini, kita juga melakukan pengukuran berapa meter tanah yang masih labil, dari situ akan tahu jumlah KK yang harus direlokasi” papar Made.
Pihkanya pun telah melakukan desain penanganan darurat dan pasca bencana.
Di mana dalam penanganan daruratnya, di lokasi longsor minimal harus dibangun bronjong. Tetapi harus dilakukan relokasi terlebih dahulu.
“Tapi poin dari analisa di lapangan, harus di relokasi karena sudah tidak layak untuk menjadi tempat tinggal. Karena itu terlalu berisiko” tandasnya.
Bupati Lombok Barat, H. Fauzan Khalid, mengakui bahwa ada tiga tindakan yang dilakukan untuk penanganan bagi korban longsor tersebut. Selain tanggap darurat, penanganan jangka menengahnya dengan melakukan kajian teknis. Kemudian jangka panjangnya, kata dia diperlukan keterlibatan masyarakat, maupun desa dan kecamatan, untuk saling berdiskusi bagaimana pola relokasinya.
Dirinya menyebut konteksnya kemungkinan akan sama seperti relokasi masyarakat di Sesaot. Di mana polanya, pemerintah memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pembebasan lahan. Kemudian Pemda yang akan memberi subsidi untuk pembangunan rumahnya.
“Itu yang perlu dirapatkan, jadi contohnya bisa seperti yang di Sesaot” tutupnya.
Di mana sebelumnya BPBD telah melakukan pemasangan plang untuk melarang masyarakat melalukan aktivitas atau membangun rumah di kawasan tersebut. Namun karena banyak masyarakat yang tidak memiliki pilihan karena tanah di lokasi tersebut merupakan tanah peninggalan. Sehingga memaksa mereka untuk membangun di kawasan tersebut.
Saat ini masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut diharuskan untuk tetap tinggal sementara di pengungsian. Karena masih tingginya curah hujan dan cuaca yang dirasa ekstrem saat ini.