Lombok Barat (Inside Lombok) – Warga desa Gunungsari, kecamatan Gungsari Lombok Barat (Lobar) menghalangi eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan. Hal itu setelah pemerintah desa (Pemdes) dinyatakan kalah dalam sengketa lahan kantor desa Gunungsari dengan seorang ahli waris.
Langkah eksekusi atas persoalan yang telah lama bergulir itu berhasil digagalkan warga. Bahkan bila pihak pengadilan nekat untuk melakukan eksekusi kembali atas lahan itu. Mereka mengancam akan membuat pengamanan yang lebih besar dengan melibatkan satu desa Gunungsari.
Adu mulut hingga bersitegang pun tak terelakkan antara warga dengan kuasa hukum ahli waris, yang tetap ngotot untuk meminta alat berat masuk ke lokasi eksekusi. Namun, warga pun tetap pasang badan hingga alat berat itu diangkut kembali dari lokasi.
“Naikkan lagi alat berat itu dan pergi dari sini” teriak salah seorang warga yang turut serta dalam aksi tersebut, Selasa (06/09/2021).
Bahkan, mereka pun meminta pihak ahli waris hingga pengacaranya untuk bersumpah di atas Al Qur’an di atas tanah tersebut.
“Mari ahli waris sumpah di atas Al Qur’an dan kalau berani sumpah pocong” teriak kembali warga yang lainnya.
Kades Gunungsari, H. Maliki menyebut bahwa warga akan tetap berupaya mempertahankan aset desa itu. Terlebih mereka memahami betul bagaimana silsilah tanah yang bersengketa itu.
“Masyarakat akan tetap mempertahankan tanah ini, karena mereka mengetahui betul bagaimana sejarahnya sejak dikuasai desa, sudah 50 tahun dari tahun 1957. Sejak saat itu tidak pernah terjadi persoalan seperti ini” ujar Maliki, saat memberi keterangan di lokasi eksekusi.
Bahkan, kata dia, saat peletakan batu pertama kantor desa itu. H. Azohdi selalu ahli waris justru hadir dan berpesan kepada kepala desa pertama Gunungsari pada saat itu almarhum H. Akmaludin. Jika di lahan itu nantinya dibangunkan musolla, dia berpesan agar diberikan nama An-Nur. Supaya masyarakat tetap mengenang orang tuanya.
Diakuinya, berbagai kejanggalan turut menyertai sengketa lahan itu. Termasuk soal ketidakjelasan batas lahan pada pipil yang diajukan oleh ahli waris tersebut. Lantaran apa yang tertuang di sana, dinilai tidak sesuai dengan apa yang ada di lapangan.
“Di persidangan pun kejanggalan itu ada pada saksi dari pihak ahli waris. Saksi yang dihadirkan itu tahun lahirnya dengan kejadian tukar guling itu bedanya jauh. Masak dia mengaku mengetahui sejarah lahan itu, padahal saat itu umurnya masih dua tahun” heran Maliki.
Sehingga warga pun menutut supaya tanah milik desa seluas 42 are yang berlokasi di Blencong. Yang pada saat itu digunakan untuk tukar guling oleh pihak ahli waris. Itu diminta warga supaya dapat segera dikembalikan. Di mana informasinya, tanah itu telah dijual dan digunakan untuk biaya haji orang tuanya oleh yang bersangkutan.
“Warga minta supaya tanah yang di Blencong bisa segera dikembalikan” tuturnya.
Pemdes pun diakuinya akan segera mengambil langkah Peninjauan Kembali (PK). Karena dirinya mengklaim bahwa desa telah memiliki bukti pendukung yang telah dikumpulkan. Untuk bisa merebut kembali aset desa itu.
Demi tetap lancarnya pelayanan kepada masyarakat. Untuk saat ini, pelayanan kantor desa Gunungsari telah dialihkan sementara.
Menanggapi hal itu, ketua DPRD Lobar, Hj. Nurhidayah selaku warga Gunungsari menyebut kondisi yang terjadi ini begitu menyedihkan.
“Padahal dari saya kecil, beragam kegiatan di desa Gunungsari sering dipusatkan di sana. Terus tiba-tiba ada ahli waris mengklaim tanah itu miliknya, ya itu mengejutkan. Apalagi kemudian Pemda tidak bisa menunjukkan diri memiliki bukti-bukti kepemilikan” ungkapnya.
Dirinya pun turut mengritik Pemda selaku pemilik tanah justru tidak bisa memiliki bukti yang otentik. Sehingga harus menerima kekalahan.
“Sebenarnya sejak saya jadi kepala desa dulu itu sudah ada tim aset, turun ke desa untuk mencari tanah-tanah milik daerah” imbuhnya.
Namun ia menyayangkan tim itu bekerja hanya sebatas mengetahui aset daerah. Tanpa melanjutkan hingga proses memperkuat berbagai bukti tertulis mengenai aset daerah tersebut.
“Mau tidak mau tanah ini sudah dimenangkan di MA dan sudah inkrah, mau tidak mau Pemda hanya bisa PK. apa bukti-bukti yang dimiliki Pemda harus ditelurusi kembali, termasuk soal ruislagnya” jelas dia.
Sehingga ia berpesan, agar persoalan ini dapat dijadikan pelajaran. Supaya ke depannya Pemda lebih bisa untuk melakukan pendataan dan pensertifikatan semua aset milik Pemda. Agar hal-hal semacam itu tidak terjadi lagi.