27.5 C
Mataram
Senin, 22 Desember 2025
BerandaDaerahBisa Kena Tagihan Royalti, Pelaku Usaha Khawatir Putar Lagu

Bisa Kena Tagihan Royalti, Pelaku Usaha Khawatir Putar Lagu

Mataram (Inside Lombok) – Pelaku usaha mulai khawatir untuk memutar lagu Indonesia. Hal ini lantaran adanya aturan yang mewajibkan pelaku usaha membayar royalti terhadap pemutaran lagu Indonesia di ruang komersial.

Salah satu pemilik café di Nostalgic, Ridha Andi Patiroi, mengatakan saat ini masih tetap memutar lagu-lagu Indonesia. Karena playlist tersebut juga sangat membantu meningkatkan jumlah pengunjung. Di mana, aturan royalti musik di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021. “Kalau soal pemutaran lagu-lagu masih sama sampai hari ini. Kita putra playlist yang sudah ada,” katanya Senin (4/8) pagi.

Ia mengatakan, dirinya juga melihat café-café yang lain di Kota Mataram yang masih memutar lagu-lagu Indonesia. Meksi di kota-kota besar sudah tidak memutar lagu dan menggantinya dengan suara alam seperti suara burung, air, dan lainnya. “Mereka kan takut putar lagu karena takut dikenakan royalty,” katanya.

Diakuinya, aturan pengaturan royalti ini belum diketahui secara pasti. Ketidaktahuan ini menjadi salah satunya alasan masih tetap memutar lagu-lagu tersebut. “Nanti kalau tahu aturannya ya pasti kita akan ikut pada aturan yang ada,” tegasnya. Ia mengharapkan ada sosialisasi terkait aturan tersebut dari lembaga yang memang memiliki kewenangan. Karena dirinya juga khawatir, jika tiba-tiba ada royalti yang harus dibayar. “Kan takutnya juga tiba-tiba ada royalti yang harus dibayar,” katanya.

Aturan ini dinilai cukup merugikan usaha miliknya. Karena para pelanggan datang tidak hanya merasa nyaman dan suka tempatnya, melainkan juga karena suka dengan playlist music-musik yang diputar. “Ini nantinya bisa mengubah pasar juga. Kalau café saya kan lebih ke family dan anak-anak, duduk ngopi dan makan sekalian dengar playlist yang kami putar,” ungkap Ridha.

Sementara untuk mengalihkan ke suara burung atau suara alam lainnya, sejauh ini belum terpikirkan. Tapi dengan adanya aturan ini, mulai terpikirkan ke arah tersebut. “Belum terpikirkan, tapi bisa jadi nanti ke arah sana,” katanya. Menurutnya, playlist yang diputar di café-café ada keuntungan kepada pemilik atau pencipta lagu. Pasalnya, dengan pemutaran lagu ini bisa menjadi ajang untuk mempromosikan lagu ciptaannya. “Harusnya mereka juga senang. Kan tidak perlu repot-repot promo. Karena kita bantu promosi gratis,” katanya.

Sementara itu, salah seorang pengunjung, Adi, mengatakan aturan royalti yang dikenakan ini menjadi peluang bagi musisi lokal. Artinya, pemutaran lagu di cafe yang sebelumnya dari musisi nasional bisa beralih ke lokal atau daerah. “Itu peluang bagi musisi lokal. Banyak musisi lokal yang terkenal dan bisa perkenalkan lagi lagu-lagunya,” katanya.

Jika lagu-lagu daerah terbatas, maka bisa mencari alternatif lain yaitu dari musisi yang tidak menarik royalti. “Kalau kendalanya ke musik daerah terbatas, ya cari yang tidak ada royalti,” ungkapnya. Kunjungan ke cafe, sambung Adi, karena makanan dan tempatnya. Namun playlist musik di cafe itu juga menjadi salah satu pilihan. “Yang jadi pilihan juga itu ada playlist musiknya. Musik-musik buat nyaman,” tutupnya.

- Advertisement -

Berita Populer