Mataram (Inside Lombok) – Masa pemilihan umum (pemilu) 2024 akan diselenggarakan di 14 Februari 2024. Selain pemilu legislatif untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, secara bersamaan dilaksanakan pemilu presiden dan wakil presiden Indonesia untuk periode 2024-2029.
Selama masa kampanye biasanya memasuki masa rawan konflik di beberapa daerah, tidak terkecuali di NTB. Terkait hal ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) NTB akan terus mengawasi daerah-daerah yang sudah masuk zona merah rawan konflik jelang pemilu.
“Bagaimana jajaran kami di bawah, TPS (Tempat Pemungutan Suara), PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan nanti sampai terbentuk KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) bisa mengawasi. Karen belum terbentuk KPPS, TPS dan PPK kita minta koordinasi khususnya di daerah daerah yang memang zona merah,” ungkap Anggota KPU NTB Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Parmas dan SDM KPU NTB, Agus Hilman, Kamis (16/11).
Diakuinya, atensi KPU NTB terhadap kerawanan pemilu sudah dilakukan. Baik kerawanan konflik, pelanggaran, yang yang berkaitan dengan rendahnya partisipasi pemilih dan potensi bencana. “Empat aspek ini kita atensi, karena juga akan memberikan pengaruh terhadap proses berjalannya pemilu kita,” katanya.
Sedangkan untuk daerah dengan partisipasi rendah dalam pemilu terbilang tidak banyak. Bahkan hampir seluruh daerah terbilang tinggi untuk partisipasinya dalam pemilu tahun depan. Namun yang rendah hanya ada beberapa saja dan sudah klasifikasikan mana yang masuk.
“Misalnya di Lombok Tengah itu yang menurut kita rendah itu misalnya ada di Desa Barabali. Di Sumbawa Barat itu yang rendah daerah Mantun atau kawasan Kecamatan Teluk, itu rendah sekali partisipasinya, dan kita pun ada beberapa program kita laksanakan untuk tingkatkan partisipasi,” terangnya. (dpi)