26.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaDaerahNTBPangan Tidak Aman Masih Ditemukan di Pasaran, Dipengaruhi Adanya Permintaan

Pangan Tidak Aman Masih Ditemukan di Pasaran, Dipengaruhi Adanya Permintaan

Mataram (Inside Lombok) – Pada momentum puasa Ramadan 1445 H/2024 ini Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram masih menemukan adanya bahan berbahaya dalam makanan atau panganan dipasaran. Hal ini salah satunya dipengaruhi masih tingginya demand atau permintaan sehingga supply akan tetap ada.

Seperti temuan di pada sidak di salah satu pasar di Kabupaten Lombok Timur, dilakukan sampling dan uji cepat (Parameter uji Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Metanil Yellow) terhadap 45 sampel pangan, antara lain, tahu, bakso, cilok, pencok, kerupuk, terasi, bubur mutiara, ikan asin, udang, kolang kaling, cendol, kikil, cincau, dan lainnya. Dengan hasil, 4 sampel positif mengandung bahan berbahaya boraks, yaitu 2 sampel kerupuk, 1 cilok dan 1 pencok.

Kota Mataram, sebanyak 82 sampel jajan takjil (pempek, cilok, bakso, gula kapas, kerupuk, terasi, siomay, kurma, es campur, cantik manis, tahu, dan lainnya) telah dilakukan uji cepat terhadap Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Metanil Yellow. Hasilnya, 79 sampel Memenuhi Syarat dan 3 sampel kerupuk Tidak Memenuhi Syarat mengandung Boraks.

“Tentunya perlu menjadi kewaspadaan dan perhatian bersama. Untuk temuan yang masih cukup banyak ditemukan adalah kerupuk nasi atau puli atau tempe yang mengandung boraks,” ujar Kepala Balai Besar POM di Mataram, Yosef Dwi Irwan Prakasa, Selasa (2//4).

Meskipun saat ini sudah cukup banyak produsen kerupuk yang tak menggunakan bleng atau pijer (mengandung boraks). Selain itu, dampak yang tidak dirasakan secara langsung oleh konsumen yang mengkonsumsi menyebabkan konsumen tetap membeli dan mengkonsumsinya. Dalam jangka panjang bisa berdampak pada gangguan kesehatan fungsi hati, ginjal dan mengakibatkan kanker.

“Sebenarnya ada alternatif bahan tambahan pangan yang diizinkan yaitu, Sodium Tri Poly Phosphate (STPP), dan dpt dibeli toko kue atau bahan makanan,” terangnya.

Lebih lanjut, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting Keamanan Pangan serta mengeradikasi penyalahgunaan bahan berbahaya, Badan POM juga telah menginisiasi 3 Program Keamanan Pangan berbasis komunitas, yaitu Desa Pangan Aman, Pasar Aman Berbasis Komunitas dan Intervensi Sekolah dengan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Aman.

“Program ini selain melakukan pemberdayaan Kader keamanan Pangan Desa, Pasar dan Sekolah, juga kami berikan alat rapid test utk mampu menguji secara mandiri pangan yg terindikasi mengandung bahan berbahaya seperti Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Methanil Yellow,” terangnya.

Dikatakan, hanya saja pihaknya belum mampu mengintervensi seluruh Desa, Pasar dan Sekolah yang di NTB, masih kecil jumlahnya. Untuk itu harapannya, Pemda dapat mereplikasi program keamanan pangan ini dalam upaya memperbesar dampaknya.

Jumlah desa, pasar dan sekolah yang diintervensi masih relatif sedikit. Di 2024 ini baru 208 desa dari 1.137 desa/kelurahan di NTB ( 18,29 persen). Baru 1.513 sekolah, dari 7.107 sekolah di NTB (21,29 persen), dan baru 22 pasar dari 211 pasar di NTB (10.43 persen).

“Hal ini keterbatasan anggaran yang tersedia di BPOM, harapannya bisa disinergikan dengan anggaran-anggaran yang bersumber dari APBD, Dana Desa atau DAK lainnya untuk perluasan cakupan intervensi,” jelasnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer