Lombok Barat (Inside Lombok) – Kepala Bakesbangpoldagri NTB, Ruslan Abdul Gani sebelumnya melontarkan pernyataan bahwa terduga teroris yang beberapa waktu lalu ditangkap di NTB terindikasi membuat sekolah non formal atau pondok pesantren (ponpes) sendiri untuk menyebarkan paham radikalisme. Pernyataan itu pun menuai keberatan dari beberapa pendiri maupun pengurus ponpes di NTB, lantaran dinilai bisa menimbulkan asumsi buruk di benak masyarakat mengenai ponpes.
Pembina Ponpes Lenterahati Islamic Boarding School Lobar, Muazar Habibi meminta agar kepala Bakesbangpoldagri NTB bisa lebih bijak dalam menanggapi kasus dugaan teroris tersebut. Apalagi sampai mengaitkan dugaan pendirian ponpes untuk menyebar paham radikalisme.
“Perlu kami luruskan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh beliau yang terhormat Bapak Ruslan Abdul Gani selaku Kasbangpolinmas harusnya lebih bijak,” ucap pria yang akrab disapa Abah Muazar itu, Rabu (25/10/2023).
Selain itu, ia juga merasa ada yang perlu diluruskan agar masyarakat tidak salah persepsi atas penyampaian Abdul Gani terkait indikasi pendirian ponpes oleh terduga teroris yang sudah tersebar di berbagai media tersebut. “Saya pribadi ingin bertanya kalau itu ada, di mana kira-kira pondok pesantren yang mengajarkan demikian itu? Sehingga tidak ada asumsi di masyarakat bahwa ponpes ini mengajarkan sesuatu untuk melawan, bahkan untuk menjadi teroris,” herannya.
Seharusnya, kata dia, sebagai bagian dari pemerintah yang memiliki jejaring informasi yang lebih valid, Bakesbangpoldagri NTB bisa mencari informasi lebih dahulu kepada Badan Intelijen Negara (BIN), hingga Intelkam. Bahkan bila perlu, dia menyarankan agar Bakesbangpoldagri melakukan silaturahmi dengan forum pondok pesantren untuk memastikan informasi dugaan jejaring teroris yang membuat Ponpes atau sekolah non formal sendiri.
Menurutnya, NTB, khususnya Lombok sudah terkenal dengan pulau seribu masjid dan ponpes yang mencetak para tokoh agama, seperti ustad, hingga Tuan Guru. Yang berkat mereka justru telah mengajarkan kepada para santri agar cinta tanah air. Bahkan peringatan hari santri pada 22 Oktober lalu dianggap merupakan bentuk tanda cinta para santri terhadap tanah air, serta kepedulian kepada bangsa dan negara.
“Oleh sebab itu, sekali lagi saya pribadi sebagai Mudirul Aam Ponpes Lenterahati Islamic Boarding School ini mohon klarifikasi kepada beliau yang terhormat bapak Ruslan Abdul Gani atas berita yang sudah viral. Utamanya bukan hanya berita di (media) lokal saja, tetapi sudah berita nasional,” tegasnya.
Pihaknya tak meminta agar Kepala Bakesbangpol mencabut pernyataannya tersebut. Namun pihaknya hanya berharap ada klarifikasi dan alasan mengapa perkataan itu bisa tersampaikan kepada media. Termasuk memberikan jawaban di mana letak Ponpes atau sekolah yang terindikasi dibangun oleh terduga teroris seperti yang diucapkan Kepala Bakesbangpol NTB tersebut.
“Andaikata pun kalaupun itu (terduga teroris) alumni ponpes, tidak mewakili Ponpes secara keseluruhan, tidak merupakan representatif dari santri. Karena mereka (terduga teroris) adalah oknum yang sudah keluar dari pesantren,” terangnya.
Abah Muazar juga mengharapkan kepada masyarakat di NTB untuk tidak terpancing dengan penyampaian kepala Bakesbangpol NTB di media massa tersebut. Selain itu Ia memohon kebijaksanaan Penjabat Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi untuk adanya klarifikasi atas pernyataan Kepala OPD-nya tersebut.
“Kepada Kemenag, kami Ponpes siap diundang dalam rangka memberikan pencerahan kepada masyarakat agar tidak ada bias informasi tentang indikasi-indikasi Ponpes yang terafiliasi oleh teroris ini,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Kesbangpol Provinsi NTB Ruslan Abdul Gani dalam sebuah pemberitaan mengutarakan dugaannya bahwa oknum jaringan terorisme yang tertangkap di NTB beberapa waktu lalu, ada yang sengaja membangun sekolah non-formal atau pesantren untuk menyebarkan paham radikalisme. Dan hal ini yang berusaha dicegah oleh pemerintah.
“Kami usahakan jangan lagi dia (paham radikalisme) membuat sekolah sendiri. Nanti dia buat program sendiri. Nah ini yang akan kami coba lakukan pendekatan,” kata Ruslan di sejumlah media massa.
Pendekatan yang dimaksud Ruslan adalah pendekatan masyarakat agar menghindari paparan paham radikal. Paham seperti ini bisa saja segi ekonomi, sosial, budaya, serta aspek lainnya.
“Kami masuki semuanya. Itu yang perlu terus berikan pemahaman. Caranya kami pertama mulai dari segi sekolah. Kami usahakan (anak-anak) masuk ke sekolah umum,” ujarnya.
Ruslan menyebut, bahwa sejauh ini belum ada sekolah umum di NTB yang teridentifikasi terpapar paham radikalisme atau paham terorisme. “Itu tidak ada ya. Maksudnya saya, jangan sampai misalnya kelompok-kelompok ini nanti akan membuat pondok sendiri, terus sekolah di sana,” tandasnya. (yud)