Mataram (Inside Lombok) – Serikat Pekerja Nasional (SPN) NTB menyoroti persoalan terkait dengan sejumlah pekerja Hotel Grand Legi yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan diduga hak-hak pekerja yang terkena PHK belum dibayarkan.
Ketua SPN NTB, Lalu Wira Sakti menjelaskan sebelum menentukan langkah selanjutnya, perlu dipastikan alasan dibalik PHK yang dilakukan oleh perusahaan ini terhadap pekerjanya. Jika perusahaan dinyatakan pailit, maka keputusan pengadilan akan menguatkan status tersebut. Namun, jika perusahaan tidak beroperasi atau tutup, maka hak-hak pekerja harus menjadi prioritas utama.
“Pekerja harus diberikan haknya sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Jika perusahaan belum dinyatakan pailit, namun hanya vakum, maka kita perlu memahami penyebabnya,” ujarnya, Jumat (28/2).
Dikatakan, ada beberapa informasi beredar bahwa hotel tutup karena pemilik perusahaan yang telah meninggal, sehingga para pekerja di hotel terkena PHK. Namun, jika pemilik telah meninggal bisa saja diteruskan oleh ahli waris lainnya untuk menjalankan perusahaan tersebut.
“Alasan klasik yang saya dengar itu karena pihak pemilik sudah meninggal dunia, kan ada ahli waris yang akan menuruskan. Kita paham ibu yunita meninggal, tapi ahli warisnya ada tiga di situ,” terangnya.
Dalam konteks ini, SPN NTB terus berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak pekerja dan memastikan kesejahteraan mereka, terutama dalam menghadapi tantangan seperti PHK dan penutupan perusahaan. Bahkan mereka siap membantu pekerja yang bukan anggotanya, meskipun dengan keterbatasan.
“Kami tidak bisa mencampuri urusan pekerja yang bukan anggota. Namun, intinya pemerintah harus bersungguh-sungguh memediasi persoalan ini dan mengambil langkah konkret,” ungkapnya.
Di sisi lain, Wira juga menekankan pentingnya pembentukan serikat pekerja di perusahaan-perusahaan, seperti di Grand Legi, untuk memastikan perlindungan hak-hak pekerja. Karena dengan bergabung pada serikat pekerja, mereka mendapatkan perlindungan.
“Teman-teman di Grand Legi bukan anggota SPN dan bahkan tidak berorganisasi. Kami mendorong mereka untuk membentuk serikat agar mendapatkan perlindungan dan hak-hak mereka,” demikian. (dpi)