26.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaEkonomiBahan Baku Masih dari Luar Daerah, Harga Kain Tenun Lokal Tinggi

Bahan Baku Masih dari Luar Daerah, Harga Kain Tenun Lokal Tinggi

Mataram (Inside Lombok) – Tingginya harga jual kain tenun lokal di NTB tidak dapat dihindari oleh para perajin. Pasalnya, untuk memproduksi satu produk kain tentu saja masih mengandalkan bahan baku dari luar daerah. Belum lagi masalah tingginya biaya produksi, sehingga mau tidak mau harga jual pun mengikuti.

“Perajin sebenarnya juga sangat berharap bisa menekan biaya produksi, sehingga harga produk-produk tenun lokal bisa dijual dengan harga yang jauh lebih murah,” ujar salah satu perajin tenun Pringgasela, M. Maliki, Senin (25/9).

Diakui Maliki ada beberapa faktor yang membuat harga produk kain tenun di NTB cukup tinggi. Di antaranya, NTB masih bergantung dengan bahan benang dari luar. Karena biasanya benang yang digunakan para perajin ini didatangkan dari India.

“Sejak Covid-19, harga benang jadi naik. Sebelumnya 1 grenten Rp3 ribu naik menjadi hingga Rp5 ribu. Jadi harga bahan baku benang ini melonjak hampir 100 persen,” kata pemilik rumah produksi kain tenun Sentosa Sasak Tenun Pringgasela ini.

Selanjutnya, biaya penenun gedogan ikut naik, sebelumnya seharga Rp150 ribu per lembar ukuran 4 meter x 63 centimeter, kini naik menjadi Rp200-250 ribu. Namun kenaikan ini masih terbilang wajar, karena satu lembar tersebut dapat dikerjakan 2 sampai 3 minggu.

“Kalau dihitung harga Rp150 ribu per lembar, ongkosnya naik kurang lebih Rp10 ribu. Masa kita tega memberikan ongkos menenun tradisional hanya Rp10 ribu sehari. Sebenarnya harga ongkos ini saja sudah tidak layak,” tuturnya.

Menurutnya, menenun menggunakan tenun gedogan masih sangat dibutuhkan. Karena menenun tradisional dapat berbagai motif tenun lokal dibuat. Namun sekarang ini sudah ada Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), hanya saja keterbatasannya adalah terbatasnya kreativitas membuat motif. Lain halnya mesin tenun yang digunakan pengrajin di Jepara, Sumatera. “Mesin tenunnya kan disana pakai jangkar yang bisa membuat motif. Tapi ATBM yang menggunakan jangkar ini mahal bagi perajin,” ujarnya.

Lebih lanjut, yang membuat tingginya harga kain tenun lokal dari segi pewarna bahan. Sama seperti benang, bahan pewarna tekstil ini masih mengandalkan pasokan dari luar daerah. Bahkan seringkali dibilang stoknya limit, begitu juga jika menggunakan bahan pewarna alam yang menggunakan dedaunan dan kulit kayu.

“Sulit mendapatkan tumbuh-tumbuhan yang dijadikan bahan pewarna alam. Untuk menekan harga kain tenun, sejak lama kita sudah sarankan pemerintah daerah untuk membantu perajin mendapatkan bahan baku yang lebih murah. Sehingga tidak tergantung pada distributor dari luar. Dan harganya mungkin bisa lebih murah nantinya,” imbuhnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer