Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah memperpanjang kebijakan pembebasan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) untuk pembelian rumah dengan rentah harga Rp2 miliar ke bawah. Keringanan ini diberikan untuk mendongkrak perekonomian dari sektor properti. Sayangnya di NTB kebijakan ini belum terasa dampaknya dibandingkan dengan kota-kota besar.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) NTB, Heri Susanto menyebut jika dilihat dari diberlakukannya kebijakan tersebut sampai dengan sekarang untuk pembelian rumah komersil di NTB masih kurang. Karena memang minat masyarakat lebih tinggi pada rumah subsidi.
Menurutnya, kebijakan tersebut mungkin akan sangat diterima di daerah-daerah kota besar lainnya di Indonesia. “Ibaratnya menawarkan makanan kepada masyarakat. Sebetulnya (pembebasan pajak) bagus juga sih untuk mengangkat penjualan rumah komersil yang selama ini mandek. Hanya saja, di NTB dampaknya belum terasa. Karena konsumen di daerah ini masih lebih suka pelecing ketimbang rawon,” ungkap Heri, Kamis (23/11).
Diakui, semangat pemerintah sudah cukup bagus untuk menggairahkan ekonomi dengan dikeluarkannya kebijakan pembebasan PPN yang ditanggung pemerintah 100 persen untuk pembelian rumah seharga Rp2 miliar ke bawah. PPN rumah baru di bawah Rp2 miliar ditanggung pemerintah 100 persen hingga Juni tahun depan. Setelahnya, pemerintah hanya menanggung PPN sebesar 50 persen.
“Paling primadona saat ini di NTB adalah rumah subsidi. Atau rumah-rumah yang harganya dibawah Rp500 juta. Masih sangat diterima oleh keadaan ekonomi konsumen. Sementara rumah-rumah dengan harga Rp500 juta keatas, apalagi harganya Rp1 miliar lebih, pangsa pasarnya,” ujar
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti menjelaskan, pembebasan pajak yang diberikan untuk pembelian rumah pertama seharga Rp2 miliar ke bawah bukan semata-mata kebijakan spesial untuk konsumen yang mampu. Tetapi pemerintah berharap, kelonggaran pajak ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Dengan semakin banyaknya penjualan rumah komersil seharga Rp2 miliar ke bawah, rantai ekonomi ikutannya menjadi ikut bergerak. Bayangkan, kalau makin banyak perumahan yang terjual,” ujarnya.
Artinya, ekonomi ikutannya akan ikut bergerak. Misalnya, penjual pasir, penjual batu, penjual besi, dan seluruh usaha kerakyatan terkait di property ini. Jadi bukan memberikan kebijakan spesial bagi konsumen yang mampu. Dengan semakin masifnya Pembangunan rumah komersil, tambahnya, bukan tidak mungkin, pedagang-pedagang kelontong yang ada di sekitar proyek akan ikut menikmati dampaknya. “Itulah yang diharapkan pemerintah sehingga dikeluarkannya kebijakan pembebasan PPN ini,” ucapnya. (dpi)