Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Perdagangan (Disdag) NTB saat ini tengah menyiapkan desa devisa pertama di NTB, tepatnya di Bayan, Lombok Utara. Desa itu nantinya akan mengelola beberapa komoditas yang berpotensi untuk diekspor.
Khusus untuk desa devisa di Bayan disiapkan untuk klaster komoditi ekspor kacang mete. Kepala Disdag NTB, Baiq Nelly Yuniarti menerangkan di NTB baru pertama kali dibentuk desa devisa di Bayan dan sudah ditetapkan.
Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pun disebutnya menyambut baik rencana itu, dan siap memberi dukungan modal, yang mana nanti bunganya disubsidi oleh pemda. Mengingat untuk mengembangkan usaha di Lombok Utara masih terkendala oleh permodalan dan kolaborasi.
“Karena itu adanya Desa Devisa Bayan, kami meminta salah satu koperasi nya untuk di depan sebagai offtaker (pemasok), yaitu koperasi Gumi Utara Sejahtera. Jadi kesulitan kita adalah untuk komoditi-komoditi itu, kita tidak memilih offtaker,” ujar Nelly, Selasa (12/12).
Lebih lanjut, banyak pengusaha tidak bergerak sebagai offtaker sehingga beberapa koperasi tengah dilatih agar memposisikan diri sebagai offtaker. Dengan harapan tidak hanya di Bayan saja terbentuk desa devisa, tetapi desa-desa lainnya juga.
“Kalau klaster desa devisa Bayan ini adalah mete. Karena memang permintaan mete sekarang ini sedang kita penuhi permintaan mete dari New Zealand dan Singapura, mereka sedang mempertimbangkan berapa kesiapan kita,” terangnya.
Lebih lanjut, untuk permintaan Singapura sekitar 400 kg, sedangkan New Zealand ini belum ada berapa banyak. Beberapa waktu lalu sudah mengirim sampel. Artinya potensi ekspor itu ada, hanya saja tinggal digali dan satukan visi misi dengan masyarakat, pemda dan stakeholder terkait.
“Targetnya mengekspor, terutama mete ini. Jadi di Lombok Utara mete akan jalan, vanili kita sebagian dari Lombok Utara juga jalan dan begitu juga komoditi yang lainnya,” imbuhnya.
Diakui memang mete yang ada di Lombok Utara itu bijinya besar dan gurih, namun belum terolah dengan baik. Sehingga mete di Lombok Utara ini masih dengan kulitnya. “Nah ini kita kemarin diskusi dengan pak bupati mengalihkan pokir untuk membeli saran pengupas. Karena mete yang belum dikupas itu harganya masih Rp14 ribu, begitu kita kupas bersih dia menjadi Rp100 ribu per kg,” jelasnya. (dpi)