22.8 C
Mataram
Minggu, 20 Juli 2025
BerandaEkonomiNTB Didorong Lebih Agresif Garap Pasar Domestik dan ASEAN

NTB Didorong Lebih Agresif Garap Pasar Domestik dan ASEAN

Mataram (Inside Lombok) – Kebijakan tarif baru yang dikeluarkan Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump beberapa waktu lalu sempat menjadi perbincangan hangat, lantaran memicu gejolak di pasar global. Meski ada penangguhan pemberlakuan selama 90 hari kedepan, kondisi pasar dunia saat ini perlu dimanfaatkan untuk bisa memperkuat pasar domestik.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Akbar Himawan Buchari menilai pasar domestik Indonesia selama ini memang belum digarap semaksimal mungkin. Namun, dengan adanya kebijakan tarif baru untuk ekspor ke AS, justru menjadi ancang-ancang menyasar negara lain dan pasar domestik.

Di tengah tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif AS, Akbar melihat adanya potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha Indonesia. Ia mendorong para pelaku usaha yang selama ini fokus pada produk-produk prioritas ekspor untuk segera melakukan diversifikasi pasar ke negara-negara lain.

“Kita melihat ada potensi ekonomi, bagaimana teman-teman yang selama ini produk prioritas ekspor bisa diversifikasi ke negara lain. Pentingnya mencari alternatif pasar untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara,” bebernya.

Selain diversifikasi pasar ekspor, Akbar juga menyoroti pentingnya penguatan pasar domestik. Ia menilai bahwa kebijakan tarif AS ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan daya serap pasar dalam negeri terhadap produk-produk lokal, sehingga program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah dapat berjalan lebih efektif dan menyasar konsumen di dalam negeri. “Bagaimana meningkatkan domestik market kita sehingga program hilirisasi dari pemerintah bisa dilaksanakan di dalam negeri dan menyasar konsumen di dalam negeri.” jelasnya.

Di sisi lain, ia menyebut kebijakan Presiden AS mengenakan tarif sebesar 32 persen terhadap produk-produk Indonesia dengan alasan neraca perdagangan Indonesia yang surplus sebesar 17 miliar dolar AS, tidak mencerminkan pemahaman mendalam tentang dinamika perdagangan internasional. “Artinya ini kebijakan yang kita lihat bersifat sementara, untuk membuka ruang negosiasi dan memang hari ini sudah dibuka ruang negosiasi dan dengan keputusan pemerintah Amerika menurunkan menjadi 10 persen,” ujarnya.

Menurutnya, kebijakan yang kerap kali berubah-ubah dan mengenakan tarif tinggi secara tiba-tiba tersebut tidak memiliki landasan ilmu ekonomi yang kuat dan terkesan ‘asal tembak’. Secara khusus kebijakan Trump yang mengenakan tarif sebesar 32 persen terhadap produk-produk Indonesia, dengan alasan neraca perdagangan Indonesia yang surplus sebesar 17 miliar dolar AS. Dikatakan bahwa logika ini sangat dangkal dan tidak mencerminkan pemahaman mendalam tentang dinamika perdagangan internasional.

Diharapkan pemerintah Indonesia bisa bernegosiasi dengan baik, dengan pemerintah. Trump bisa membuat formulasi kebijakan yang memang ada solusi dengan tidak membuat kebijakan yang bersifat ego sektoral dari salah satu negara.

Diakui bahwa beberapa sektor industri di Indonesia akan terdampak langsung oleh kebijakan tarif AS, terutama sektor tekstil dan alas kaki. Meskipun kontribusi ekspor kedua sektor ini ke AS tidak mencapai mayoritas total ekspor Indonesia (sekitar 20 persen berdasarkan data ekspor), dampaknya terhadap pelaku usaha di sektor tersebut tetap signifikan.

“Sektor terutama tekstil, dan alas kaki ini terdampak langsung, tidak semuanya kita lihat kontribusi ekspor kita ke Amerika itu 20 persen dari data ekspor kita. Jadi memang ada beberapa sektor industri yang terdampak langsung,” terangnya.

Namun, di tengah tantangan tersebut, ia melihat adanya peluang besar melalui kemitraan Indonesia dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). BRICS merupakan pasar yang sangat potensial dengan pangsa pasar dunia mencapai 40 persen. Ini adalah potensi market memungkinkan ke res masuk di BRIC. Kemudian tak hanya ada BRICS, ada juga potensi pasar di kawasan ASEAN. Dimana kebijakan tarif AS justru dapat memperkuat solidaritas dan menciptakan pasar baru di antara negara-negara anggota ASEAN.

“Dan jangan lupa kita ini adalah negara ASEAN, dengan adanya kebijakan Trump ini saya melihat solid menciptakan market baru di ASEAN, sehingga produktivitas kita lakukan di negara asean tidak perlu jauh-jauh ke Amerika,” demikian. (dpi)

- Advertisement -


Berita Populer