Mataram (Inside Lombok) – Porang belakangan menjadi produk pertanian yang banyak dilirik petani di NTB, baik di Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa. Hadirnya pabrik porang yang dikelola PT Rezka Nayatama di wilayah Sekotong, Lombok Barat pun diharapkan bisa mendukung produksi porang NTB agar mampu bersaing di pasar nasional hingga internasional.
Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) NTB, Baiq Nelly Yuniarti menerangkan dengan adanya pabrik porang di NTB diharapkan potensi porang yang ada bisa terserap. Terlebih pabrik milik PT Rezka Nayatama itu saat ini mampu mengolah hingga 12 ton porang per sif produksi.
Pihaknya pun tengah mengupayakan agar petani porang NTB dapat memenuhi kebutuhan pabrik tersebut. “Ini pabrik porang pertama, kita sangat berharap bahwa pemenuhan pasar porang yang ada di indonesia itu berasal dari kita (NTB). Karena yang saat ini ada di market-market atau ritel modern itu dari luar negeri,” ujar Nelly, Senin (4/8).
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saat ini beberapa petani porang sudah didampingi oleh peneliti dari Universitas Mataram agar dapat memanen sesuai standar pabrik. “Kami melihat petani Lombok Barat dan Lombok Utara itu didampingi oleh Universitas Mataram. Itulah pentingnya peran universitas dalam membantu masyarakat,” katanya.
Government Relation PT Rezka Nayatama, Bayu Satria Utama menerangkan salah satu misi utama pabrik tersebut adalah memastikan stabilitas harga porang yang diserap dari petani. Mengingat aspek utama yang menentukan harga porang adalah mekanisme pasar dan permainan harga pasaran.
“Salah satu cita-cita kami, dengan hadirnya pabrik porang ini di NTB bisa mencegah risiko permainan harga yang saat ini dialami petani di sekitaran NTB,” ujar Bayu. Berdasarkan catatan pihaknya, untuk Agustus kemarin harga porang cenderung fluktuatif, tapi rata-rata bertahan di harga Rp4-4,7 ribu per kilogram, mengikuti harga pasaran di Pulau Jawa. Paling rendah, harga porang menyentuh Rp2 ribu di bulan lalu.
Saat ini, petani di NTB bisa memilih untuk tidak lagi mengirim hasil produksi porang mereka ke Pulau Jawa seperti sebelum-sebelumnya, melainkan dikirim ke pabrik di sekotong dengan harga beli yang terbilang kompetitif dan stabil.
“Bisa jadi suatu waktu harganya mepet dengan harga yang di sana (Pulau Jawa, Red), tapi mereka (para petani) juga bisa menekan ongkos kirimnya. Jadi secara margin harusnya lebih baik (mengirim produksi porang ke pabrik di Sekotong),” lanjutnya.
Di sisi lain, pengolahan porang di pabrik tersebut juga mewujudkan industrialisasi dengan skala cukup besar di NTB. Mulai dari penyerapan bahan baku lokal yang lebih masif, penyerapan tenaga kerja untuk operasional pabrik, dan penjualan hasil produksi ke pasar ekspor.
“Jadi bahan baku lokal, tenaga kerja lokal, produknya dijual keluar. Artinya bersaing di pasar internasional. Secara branding, NTB punya produk yang mendunia,” tandas Bayu. (r)