26.5 C
Mataram
Rabu, 4 Desember 2024
BerandaEsaiOrang dengan Gangguan Jiwa, Apa Benar Bisa Produktif Bekerja?

Orang dengan Gangguan Jiwa, Apa Benar Bisa Produktif Bekerja?

Pendapat di masyarakat, gangguan jiwa selalu diartikan sebagai ‘gila’. Orang gila pada umumnya digambarkan sebagai orang yang tidak berakal, keluyuran di jalan, tidak berpakaian, tertawa sendiri, mengamuk, mengancam orang, mengganggu, dan lain sebagainya. Sehingga, segala sesuatu yang dilakukan oleh orang dengan gangguan jiwa dianggap tidak benar atau salah. Orang gila dianggap tidak mungkin dapat bekerja dan beraktivitas secara normal, justru cenderung membahayakan.

Perlu diluruskan, masalah kesehatan jiwa bukan semata-mata tentang ‘orang gila’. Gangguan jiwa sejatinya adalah sebuah penyakit dengan proses yang kompleks; terjadi masalah di otak, yang dalam prosesnya bisa dipengaruhi banyak faktor, antara lain: gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisik, dan atau kimiawi.

Serupa dengan penyakit fisik pada organ tubuh lainnya, penyakit jiwa pun ada penyebabnya, ada perjalanan penyakitnya, dan ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengobati atau mengontrolnya, baik dengan medikamentosa melalui obat-obatan maupun non-medikamentosa melalui pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual.

Lantas, apakah orang dengan gangguan jiwa bisa bekerja normal?

Orang dengan gangguan jiwa tentu bisa bekerja secara normal, yakni setelah memastikan gejala penyakitnya pun telah terkontrol dengan baik. Sebagai analogi, pada penyakit paru seperti asthma, seseorang apabila telah terkontrol serangan asthma-nya, pasien akan bisa beraktivitas normal kembali seperti sedia kala, lalu gejala kronisnya ditangani dengan obat-obat pengontrol serangan. Hal ini serupa dengan penyakit/gangguan jiwa seperti skizofrenia, gangguan bipolar, atau penyakit jiwa lainnya, apabila serangan akutnya telah terkontrol, pasien dapat beraktivitas normal dan produktif seperti sebelumnya, dan selanjutnya pasien akan dibekali obat pulang untuk mengontrol agar tidak muncul serangan akut berulang.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, disebutkan bahwa kesehatan jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembangg secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Penderita kelainan jiwa dibagi atas:

  1. Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) yakni orang yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa;
  2. Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yakni adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.

Gangguan jiwa pun tidak selalu masalah jiwa berat, ada yang sedang dan ada pula yang ringan. Pada gangguan jiwa berat (seperti skizofrenia), terjadi disorientasi/hendaya dalam menilai realita, sehingga penderitanya tidak dapat membedakan persepsinya, apakah halusinasi atau sesuatu yang nyata terjadi. Ketika sedang mengalami serangan akut, pasien umumnya perlu dalam perawatan oleh dokter ahli jiwa (psikiater) di rumah sakit jiwa, selanjutnya jika telah stabil, dapat dipulangkan dengan dibekali obat. Sedangkan pada gangguan jiwa sedang/ringan (seperti gangguan cemas, serangan panik, insomnia, stress ringan, dll), pasien umumnya mampu menilai/membedakan antara gangguan persepsi dan realita yang terjadi, pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit jiwa, pasien cukup dibekali obat-obatan untuk mengontrol gejalanya bahkan kadang pun tanpa obat (melalui pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual) dan selanjutnya dapat beraktivitas secara normal. Dan kembali merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 pasal 3 huruf G tentang kesehatan jiwa, negara secara tegas menyebutkan bahwa memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk memperoleh haknya sebagai Warga Negara Indonesia. Hak tersebut termasuk untuk beraktivitas dan bekerja secara normal dan optimal.

Mataram, 16 April 2022

dr. Liya Maulidianti, dokter umum di Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma. Wakil Sekretaris IDI Wilayah NTB.

- Advertisement -

Berita Populer